TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Seorang desainer memang dituntut kreatif dan inovatif. Dan dari kolaborasi kolektor batu alam, Peter S Tjioe, dan desainer muda, Georgea Alexandrine Radji, tercipta busana yang menggunakan batu alam, khususnya marmer dan akik.
Gaun eksklusif itu diperagakan di rooftop MM Gallery & Resto Jl Raya Bypass Juanda, Sidoarjo, Rabu (10/6/2015) malam.
Private party yang dihadiri para sosialita Sidoarjo dan Surabaya itu diawali dengan peragaan busana pantai.
Di puncak acara, tiga orang model melenggang memeragakan tiga motif gaun berbeda. Namun, ketiga busana itu sama-sama dihiasi aneka batu alam beragam ukuran.
Jika di peragaan busana sebelumnya para model yang dibalut pakaian pantai bisa melenggang bebas dan ringan, tidak demikian dengan tiga model ini. Audya, Mona, dan Irene berjalan sangat pelan sambil tetap berusaha menebar senyum manis mereka ke pengunjung yang rata-rata wanita tengah baya.
Mereka meniti karpet merah yang dibeber sepanjang sekitar 50 meter hingga ke panggung utama. Ketika kembali pun perempuan-perempuan cantik ini tetap melangkah hati-hati sambil sesekali memegang bagian gaun yang menutup tubuhnya seakan ingin meyakinan posisi busananya tetap tak berubah karena menahan bebatuan yang sangat berat tersebut.
“Lumayan berat juga. karena itu jalannya gak bisa nyaman, karena mesti sesekali pegang bajunya supaya tidak goyang,” ucap Mona.
Busana Mona yang diberi nama Rosso Corallo berhiaskan batu onyx itu beratnya 3 kg. Komentar sama dilontarkan Audya yang memakai busana Bracia The Phandom dengan berat 8 kg. “Kalau takut (batunya) jatuh sih nggak, karena lemnya sangat kuat. Cuma kan tetap harus hati-hati jalannya,” cetus Audya.
Yang paling berat adalah gaun yang dipakai Irene. Busana yang didominasi warna cokelat muda itu dan bertabur batu marmer, akik, serta fosil kerang itu beratnya 14 kg. “Batu-batu itu didatangkan dari 16 negara,” cetus Peter Tjioe yang memasok aneka batu alam untuk dirancang menjadi busana oleh tangan trampil Georgea.
Sedang baju yang dikenakan Audya, lanjut Peter, ada hiasan batu marmer langka dari Italia. “Tambangnya sekarang sudah tutup karena tak boleh lagi ada kegiatan penambangan terkait ekosistem yang makin kritis. Batu itu diperoleh sekitar tahun 2013 sebelum tambangnya ditutup,” tandas Peter.
Ditanya soal harga masing-masing busana tersebut, baik Peter maupun Georgea tak bisa merinci.
“Kami belum sampai tahap itu (merinci biaya pembuatan baju bermotif marmer). Yang penting adalah mengaplikasikan ide dan meyakinkan pada dunia mode ada tren baru dari Indonesia,” ucap Peter yang bertekad menggelar pameran serupa di Singapura sebagai pusat mode Asia Tenggara.
Menurut Georgea, ketiga busana itu dibuat dalam waktu tiga minggu. “Seminggu untuk menyusun konsep dan mengumpulkan bahan, sedang dua minggu untuk menyelesaikan desain hingga siap diperagakan,” bebernya.
Dari ketiga busana rancangannya, yang paling lama adalah proses pembuatan Bracia The Phandom. “Perlu waktu lima hari untuk menyelesaikan baju itu. Trial and errornya cukup lama hingga yakin bisa digunakan dengan nyaman,” kata Georgea.
Putri desainer kondang mendiang Sonny Radji ini menjamin batu yang tertempel di kain corduroy itu melekat kuat karena menggunakan lem epoxy. Adapun bahan kainnya sengaja dipilih corduroy lantaran tekstur kainnya cukup baik dan halus sehingga memudahkan penempelan batu alam.
“Perlu kehati-hatian dan butuh ketelatenan tersendiri untuk mengaplikasikan batu alam dengan bahan kain yang ringan, mengingat struktur batu cukup kaku dan berat tapi ada risiko pecah. Inilah tantangannya,” urai desainer yang mempunya dasar sebagai desainer aksesoris ini.
Tantangan berikutnya, Georgea ingin merancang busana itu tidak menggunakan lem melainkan dijahit. Tentu tekstur batu alamnya harus lebih tipis lagi sehingga memudahkan untuk dijahit di bahan kainnya.
Selain itu, Peter maupun Georgea juga akan mengembangkan desain busana tersebut dengam menambah kekayaan alam lain, misalnya kerang yang menimbulkan efek berkilau. Rancangannya pun bisa berupa baju-baju yang tidak hanya untuk acara perkawinan maupun pesta resmi.
“Nantinya diharapkan bisa pula diaplikasikan untuk penampilan semi kasual,” tutur Georgea.