Laporan Wartawan Tribun Medan, Abul Muamar
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Pendiri Museum Situs Kota China di Medan Marelan, Ichwan Azhari melaporkan perusakan yang dilakukan seorang pengembang di kawasan Situs Kota China ke Komisi X DPR RI.
"Saya sudah melaporkan kasus ini ke Pak Sofyan Tan kemarin. Hari ini saya juga melaporkan hal tersebut kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Medan," ujar Ichwan kepada Tribun Medan, Kamis (25/6/2015).
Ichwan juga menyampaikan pesan pendek kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Medan. Berikut isinya, "Sesuai SMS kami semalam, telah terjadi pembuldozeran struktur candi Situs Kota China oleh developer. Di situs itu bapak termasuk pejabat Pemko hadir (2012) demi pentingnya situs itu. Pembuldozeran tepat sisi pagar Awning Pelindung runtuhan Candi milik Budpar Medan. Kami angkat ini jadi isu nasional."
Ichwan mengatakan, kawasan yang dibuldozer oleh pihak pengembang tersebut merupakan zona prioritas utama dalam Situs Kota China. Ia menyayangkan Pemko Medan terkesan tidak peduli dengan Situs Kota China.
"Kemarin tim dari Balai Arkeologi (Balar) Medan sudah turun dan sedang membuat laporan ke pusat dan instansi terkait. Juga telah kami beritahukan ke BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Pusat dan Banda Aceh," kata dia.
Ia memastikan pihak pengembang tak mengantongi izin pembangunan di situs itu. Menurut Ichwan, pengembang di lokasi merupakan level kampung yang membeli tanah satu hektare lalu membuat kapling sendiri.
"Mereka bukan bangun perumahan modusnya. Pembeli kapling hanya bangun sendiri tanpa perlu IMB. Masalahnya, kenapa Pemko tidak segera membuat SK Cagar Budaya untuk menghambat perusakan itu. Lalu membeli lahannya untuk ruang terbuka hijau. Taman arkeologi misalnya," katanya.
"Wali kota dan Pemko Medan bisa digugat karena melakukan pembiaran situs yang sudah berkali-kali dikunjungi. Bahkan Eldin sebagai wali kota sudah membuka seminar Kota China di Soechi Hotel tahun 2013 lalu yang menghadirkan Mc Kinnon dari Inggris, Pak Heidi dari Arkenas Jakarta. Mereka bisa kena pidana. Ini akan kita angkat jadi kasus nasional," lanjut Ichawan.