Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Ratusan keluarga besar Civitas Akademika Universitas Nomensen melayat almarhum Dr Parulian Simanjuntak, di rumah duka, Jalan Sempurna, Perumahan Puri Bahagia, Selasa (25/8/2015) malam.
Suasana haru menyelimuti saat tiba di perumahan tersebut, mahasiswa serta kerabat almarhum Dr Parulian Simanjuntak terkejut dapat kabar meninggalnya Dekan Fakultas Ekonomi Nomensen tersebut setelah menerima telepon dari seseorang yang mengaku penculik putri ketiganya Maurel.
Seorang kerabat keluarga yang mengaku bernama, Boru Sinaga menceritakan sangat terkejut ketika mendapatkan blackberry messenger dari keluarga dekatnya bahwa Parulian meninggal dunia karena serangan jantung. Sehingga, ia memutuskan untuk ke Universitas Nomensen.
"Sekitar pukul 11.00 WIB saya mendapatkan pesan dari keluarga bahwa bapak (Parulian) meninggal. Kemudian saya ke kampus, dari sana beberapa teman menyatakan bapak (Parulian) meninggal setelah menerima telepon anak ketiga diculik," ujarnya saat ditemui di rumah duka.
Ia menambahkan, informasi yang diperoleh keluarga, Parulian menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 09.30 WIB. Setelah menerima tiga telepon dengan nomor yang sama dari seorang penculik putri ketiganya. Namun, setelah dicek tidak benar adanya penculikan.
"Saya tidak mengetahui secara pasti apa saja disampaikan orang yang mengaku penculik itu. Tapi, setelah dicek Maurel yang kini duduk di kelas 2 SD Global Prima dalam keadaan baik, artinya tidak benar adanya penculikan tersebut," katanya.
Ia menuturkan, keluarga sangat kehilangan Parulian yang dianggap ramah serta punya dedikasi dalam bidang pendidikan. Bahkan, ia tidak tega saat melihat Maria Tobing (istri Parulian) dan Bebi Simanjuntak (putri pertama Parulian) tiba di rumah duka.
"Anak pertamanya, akan kuliah di Undip, baru lulus dan sedang mengikuti ospek. Jadi istri pak Parulian menemani putrinya beberapa hari selama di Undip. Makanya, keluarga sangat terpukul, istri dan anaknya sampai dibopong tiga orang tadi saat tiba di rumah duka," ujarnya.
Selain itu, Parulian meninggalkan tiga anak yang seluruhnya masih kecil. Apalagi, selama ini Parulian merupakan tulang bunggung keluarga. Tak hanya itu, ia berharap pelaku yang menelepon Parulian tersebut harus ditangkap polisi.
"Saya tidak tega, sangat sedih, tidak kuat kalau melihat keluarga yang masih kecil. Seharusnya ditangkap saja pelaku yang meneror kami tadi," katanya.
Sedangkan, seorang alumni Fakultas Ekonomi Nomensen angkatan 1996, yang dipanggil Stefan menjelaskan, saat kuliah, Parulian merupakan sosok pengajar yang dekat sama mahasiswanya. Saban hari selalu memberikan motivasi agar mahasiswanya sukses.
"Sangat dekat sama mahasiswa, makanya saya dan teman-teman langsung datang saat mengetahui telah meninggal. Bapak (Parulian) selalu memberikan nilai bagus kepada mahasiswanya," ujarnya.
Ia mengungkapkan, teman-teman cerita sebelum meninggal Parulian sedang berceritakan dengan teman-teman di kampus. Namun, tak lama berselang mendapatkan tiga telepon dari orang tak dikenal. Sehingga, terjatuh saat berada di ruang kerjanya.
"Telepon pertama seseorang itu menyampaikan salah sambung, telepon kedua bilang anaknya di culik. Berselang beberapa lama Pak Parulian kembali menelepon balik mengacam polisi segera menangkap karena menipu. Ketika dapat telepon ketiga sipenelepon mohon maaf. Namun tak lama bapak jatuh dari kursi," katanya.
Dia menyampaikan, stafnya langsung melihat saat mendengar suara benturan kursi yang jatuh. Kala itu, Parulian sudah tergeletak di lantai, hanya dalam hitungan menit detak jantungnya sudah tidak ada. Sehingga, pihak kampus langsung membawa beliau ke rumah sakit.
"Pada saat dibawa ke rumah sakit, sebenarnya tidak tak ada lagi nafasnya. Kami sangat terkejut sekali. Waktu saya kuliah bapak masih lajang, jadi terasa kali dekat sama mahasiswa. Acak kali mengobrol berbagai hal," ujarnya. (Jefri Susetyo)