News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Pilu Lelaki Tua Tukang Duplikat Kunci Digugat Satu Miliar

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Budiyanto dan anak pertamanya menunjukkan surat izin penggunaan lahan dari zaman belanda, di depan lapak berjualannya, Di Jalan Brigjen Katamso, Selasa (8/9/2015).

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kisah pilu yang mengetuk hati terjadi pada lelaki tua bernama Budiyono, seorang juru duplikat kunci di Gondomanan, dan keluarga.

Siang-siang bolong, ia kaget bukan kepalang ketika menerima surat undangan persidangan berupa gugatan terhadap dirinya sebesar satu miliar rupiah, dengan tuduhan menempati lahan penggugat tanpa izin.

Seketika itu, ia langsung terduduk lemas dan tak bisa berkata apa-apa.

Juru duplikat kunci itu langsung memutuskan untuk pulang di kediamannya di Sidorejo Bantul, untuk memberitahukan keluarganya.

Istri dan keempat anaknya pun sontak terkejut dengan berita yang diberitahukannya.

Padahal sejak tahun 1967, pamannya sudah menempati lahan seluas 4 x 5 meter di Jalan Brigjen Katamso yang dipergunakan sebagai lahan berdagang kunci.

Dahulu, ia membantu kerja pamannya dengan membuka bengkel tambal ban di samping lapak duplikat kunci.

Lapak yang digunakannya berjualan, tak lain adalah tanah Magersari, atau tanah kepunyaan Kraton.

Ia pun mengaku memiliki izin guna lahan dari Kraton yang bertuliskan dalam bahasa belanda tertanggal bulan Juni 1933.

Lalu, lokasi tanah tersebut diwariskan ke Budiyono pada tahun 1980.

Budiyono menggunakan lokasi tersebut untuk meneruskan usaha yang dirintis pamannya.

Lelaki 58 tahun ini menggantungkan hidupnya dari jasa menduplikat kunci.

Dengan apa yang ia lakukan sekarang, dapat menafkahi kebutuhan keluarganya

Bahkan dia dapat menyekolahkan keempat anak-anaknya.

Berdagang

Ia mengajak Sutinah, istrinya, untuk membantunya berdagang, dengan membuka warung makan kecil di belakang lapak duplikat kuncinya.

Sehari-hari, pukul tujuh pagi, ia bersama istri dan ketiga anaknya, berangkat dari rumahnya di Bantul, dan berjualan di tempat tersebut.

"Saya menduplikat kunci bersama, kedua anak saya. Istri saya bekerja berjualan makan di warteg kecil di belakang. Anak yang cewek bekerja di toko sebelah," ujar Budiyono, Selasa (8/9).

Awal ia bekerja menjadi juru duplikat kunci, Budiyono hanya belajar dari pamannya.

Waktu itu ia masih mengerjakannya secara manual, baru kemudian dari pundi-pundi uang yang dikumpulkannya sejak tahun 1980, ia berhasil membeli mesin penduplikat seharga Rp2 Juta.

Sehari-hari, Budiyono dan istrinya dapat mengumpulkan uang sebanyak Rp100.000 per hari, yang digunakan untuk kebutuhan keenam anggota keluarganya.

Walaupun sangat kecil, dari situlah, ia dan keluarganya bergantung hidup.

Sutinah, Istri Budiyono, merasa sangat terpukul adanya kejadian tersebut.

Sampai saat ini, ia masih merasa takut, jika sampai terjadi apa-apa dengannya ataupun keluarganya.

Ia bahkan sakit-sakitan semenjak surat gugatan itu dilayangkan kepadanya.

Tiada hari tanpa pusing memikirkan masalah tersebut.

Suaminya, Budiyono bahkan jarang makan dan menjadi pemurung sejak masalah tersebut merundung keluarganya.

"Makan tak enak, bapak sering merasakan pusing. Begitu juga dengan saya. Sampai sekarang saya masih merasa takut terjadi apa-apa, sama bapak dan anak-anak," keluh Sutinah.

Agung Budi Santoso, putra pertama Budiyono, berharap supaya dapat berdagang lagi di lokasi tersebut.

"Memegang 100 juta pun belum penah, apalagi 1 miliar, darimana saya mendapat uang tersebut. Tahu-tahu diberikan surat sidang tersebut, dan diancam didenda 1 miliar, saya sangat sedih," ujar Budiyanto.

Berjuang

Budiyanto dan keluarganya tetap ingin memperjuangkan keadilan bagi mereka.

Lahan tempat berjualannya di situ, hanya dari situlah ia mendapat penghasilan, dan nafkah untuk keluarganya.

"Buklik sudah tua, dan tidak bisa berjalan, tak kuat berjualan lagi. Tolonglah bantu kami," ujarnya.

Budiyanto dan keluarganya hanya bisa berdoa, agar masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan jalan damai.

Ia mengaku pasrah, dan memohon kepada pemerintah dan masyarakat yang peduli untuk menemukan keadilan untuk dirinya.

"Tiap hari berdoa, jangan sampai diusir. Disini, tempat kami cari makan, cari uang, dan gak ganggu tempatnya orang lain. Semoga Tuhan dapat menunjukkan keadilan bagi kami," pungkasnya. (tribunjogja.com)

Ia minta kepada pihak penggugat untuk menujukkan rasa kemanusiaannya, untuk memberikan sejengkal tanah yang digunakan keluarganya mencari nafkah.

"Gandeng tempatnya besar, mbok saya dikasih ruangnya dikit, biar saya dan keluarga bisa menempati. Tolong kepada pihak penggugat, jangan gugat saya sampai satu miliar, duit segitu uang darimana saya dan keluarga," keluh Agung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini