TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Terkait dengan mulai membanjirnya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia bersamaan dengan investasi yang ditanamkan, pemerintah diminta untuk tidak melanggar UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Khususnya pasal 33 yang mengharuskan Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai alat komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.
Pemerintah juga tidak boleh mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi dan investasi untuk kemudian mengabaikan amanat undang-undang tersebut.
Melalui rilis yang masuk ke redaksi Tribunnews.com, hal tersebut ditegaskan Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Studi Sosial Masyarakat (Puskessmas) Indonesia Pintoko Wahyu Jati, dalam seminar nasional tentang 'Menyikapi Undang-Undang Bahasa Dalam Menyiasati Tenaga Kerja Asing di Indonesia: Suatu Peran Penting Perguruan Tinggi', Yogyakarta, Kamis (8/10/2015).
Seminar yang diadakan oleh Laboratorium Bahasa Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI) juga menghadirkan Tri Agung Kristanto (WaRedpel Harian Kompas), AM Putut Prabantoro (Konsultan Komunikasi Politik) dan DR Kardi Laksono (Direktur Laboratorium Bahasa ISI) sebagai pembicara dan Primadona Hapsari (Ketua Urusan Internasional ISI) sebagai moderator.
“Pemerintah harus mengerti bahwa amanat pasal 33 UU No. 24 Tahun 2009 harus ditaati. Sehingga jika ada tenaga kerja asing yang tidak dapat berbahasa Indonesia apapun levelnya harus meninggalkan Indonesia. Mereka seharusnya mampu berbahasa Indonesia dahulu sebelum kemudian bekerja di sini.
Prosedur yang sama juga dialami oleh tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Kalau perlu ya kita mengadakan seperti TOEFL untuk bahasa Indonesia,” tegas Pintoko.
DR Kardi Laksono menambahkan, bangsa Indonesia itu menempati posisi sentral dan utama bagi tenaga kerja Indonesia.
Apa artinya bahasa Indonesia yang dipelajari di bangku sekolah jika ternyata tidak memiliki kontribusi yang cukup berarti dalam pencarian kerja. Dan seharusnya, pendidikan bahasa Indonesia menjadi pelajaran pokok bagi mahasiswa dalam kehidupan kampus sehari-hari.
Televisi Indonesia telah mengajari masyarakat bagaimana menghancurkan identitas bangsa tersebut. Karena, demikian Kardi menjelaskan lebih lanjut, bahasa yang digunakan di tayangan hiburan sangat tidak mendidik dan mengajarkan kesesatan logika berbahasa Indonesia.
Identitas dan Sumpah
Kepada para peserta seminar Putut Prabantoro menegaskan, bahasa Indonesia adalah bahasa politik dan sekaligus bahasa persatuan yang dibungkus dengan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Oleh karenanya, bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri bangsa, martabat bangsa, kebanggaan nasional dan sarana komunikasi.
Sumpah Pemuda itu kemudian dikuatkan dengan UUD 1945
“Dengan menjadikan sebagai bahasa resmi negara Indonesia, Bahasa Indonesia merupakan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.
Tanpa bahasa Indonesia, Indonesia bukanlah negara yang berdaulat. Namun pada kenyataannya, masyarakat Indonesia belum mampu menjaga bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi.
Bahkan masyarakatpun tidak mengkritisi penggunaan bahasa Indonesia yang kacau balau dalam sinetron,” tegas Putut Prabantoro, yang juga Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa).
Disinggung pula olehnya, kaitan antara bahasa Indonesia dan Kapsul Waktu pemerintahan Joko Widodo. Kapsul Waktu yang berisi kumpulan mimpi generasi muda dari seluruh Indonesia, diluncurkan pada 17 September 2015 dan akan dibuka pada tahun 2085.
Untuk menandai 70 tahun kedua kemerdekaan Indonesia. Putut Prabantoro meragukan, pada tahun 2085 Kapsul Waktu itu akan dibuka dengan asumsi pada waktu itu bangsa dan Negara Indonesia sudah tidak ada jika bahasa persatuan Indonesia sebagai bahasa kedaulatan, identitas jati diri serta martabat bangsa tidak dipelihara mulai sekarang.
Bahkan tanda-tanda itu diabaikannya Bahasa Indonesia sudah nampak dalam komunikasi sehari-hari.
Namun bagi Tri Agung Kristanto, UU No. 24 Tahun 2009 itu khususnya tentang Bahasa Indonesia perlu disempurnakan.
Ada beberapa kelemahan di dalam UU tersebut yang dapat digunakan sebagai cara menyiasati kewajiban untuk berbahasa Indonesia.
Selain itu, perlu juga bahasa Indonesia menjadi penguat bagi terpeliharanya bahasa-bahasa daerah yang berjumlah 712 jenis.
Bahkan dikatakan, tidak menutup kemungkinan bahwa bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa internasional.
“Dari seluruh bahasa yang digunakan, dapat diurutkan pengguna terbanyak adalah bahasa Mandarin, bahasa Spanyol dan baru Bahasa Inggris.
Indonesia yang termasuk memiliki penduduk terbanyak di dunia dan sekaligus menjadi negara tujuan investasi ataupun negara pasar, memiliki potensi menjadi bahasa internasional.
Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah, seberapa kuat budaya Indonesia mampu menahan serangan budaya asing yang mengancam eksistensi bahasa Indonesia ?” Ujar Tri Agung Kristanto.(*)