Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Pengalaman berharga menyusuri sebuah desa terperencil bernama Lesten, dibagikan oleh Bekti Setyawati, satu di antara guru SM3T UNY yang pernah ditempatkan di SMPN 1 Pining, Gayo Lues, Aceh.
Pengalaman berharganya tersebut ia bagikan kepada Tribun Jogja, Senin (21/12/2015).
Bekti dan enam kawan dari SM3T UNY menjalankan tugasnya sejak Agustus 2014 dan berakhir pada Agustus 2015.
Namun, sebelum kepulangannya, tepatnya di bulan Agustus 2015, ia bersama rekannya berencana untuk mengunjungi salah satu gampoeng atau desa di Kecamatan Pining yang merupakan salah satu daerah paling terisolir di Kabupaten Gayo Lues.
"Jarak dari pusat Kecamatan Pining sekitar 18 km dan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau menaiki Jonder," imbuhnya.
Lesten adalah nama sebuah gampoeng atau desa di Kecamatan Pining yang merupakan salah satu daerah paling terisolir di Kabupaten Gayo Lues.
Jarak dari pusat Kecamatan Pining sekitar 18 km dan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau menaiki jonder.
Pada awalnya Bekti bingung membayangkan wujud Jonder. Ternyata alat transportasi itu berwujud sebuah traktor besar merk John Deere.
Mungkin terlalu sulit untuk lidah orang Indonesia untuk menyebut kata John Deere, alhasil kata jonder lebih akrab di telinga. Rodanya besar bahkan lebih tinggi daripada tubuh manusia normal.
Guru Bahasa Indonesia tersebut menyatakan jika pada desain asli Jonder hanya bisa menampung sekitar tiga orang saja. Setelah mengalami modifikasi, tidak kurang 20 orang bisa diangkut.
Deru suaranya keras. Kata seorang warga, Jonder sebenarnya merupakan alat berat untuk membajak sawah.
Setengah jam perjalanan, kondisi jalan mulai menanjak dan mencapai kemiringan hampir 35 derajat.
Jalanan menanjak ini hanya dibatasi tebing dan jurang di sisi kanan dan kirinya. Beberapa tanjakan mengharuskan rombongan untuk turun dari Jonder dan berjalan kaki untuk melanjutkan perjalanan.