News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tak Paham Bahasa Penerbangan, Dua Atlet FASI Mendarat Darurat di Bandara Raden Inten II

Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pesawat Jabiru seri J430 merupakan hasil rakitan 200 siswa SMKN 29 Jakarta yang dipamerkan pada event Jakarta Fair di Kemayoran Jakarta Pusat, Senin (25/06/2012). Pesawat Jabiru mempunyai berat 850 kilogram dan mampu menampung bahan bakar 140 liter dengan kapasitas penumpang sekitar empat orang. (Tribun Jakarta/ Jeprima)

Laporan Wartawan Tribun Lampung, Wakos Gautama

TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Dua atlet Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), Nelson Jekmi (31), warga Payakumbuh, Sumatera Barat, dan Daweris Taher (48), warga Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ketahuan tanpa izin menerbangkan pesawat Jabiru J400.

Jaksa penuntut umum Tri Wahyu A Pratekta dalam sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lampung, Selasa (22/12/2015), mengatakan Nelson membeli pesawat Jabiru J400 dari Arif Budiman seharga Rp 500 juta.

Nelson lalu mengajak Daweris untuk menerbangkan pesawat yang baru dibelinya dari Bandara Pondok Cabe, Tangerang Selatan, menuju Padang, Sumatera Barat.

Mereka berani menerbangkan pesawat karena mengantongi izin Ketua FASI dan surat izin jalan. Belson bertindak sebagai pilot dan Daweris sebagai kopilot.

Tri menuturkan, mereka mengontak petugas tower Bandara Pondok Cabe untuk terbang lalu meminta keduanya menghubungi tower Bandara Budiarto, Curug, Kabupaten Tangerang.

Sampai ketinggian dua ribu kaki, Nelson menghubungi tower Bandara Budiarto, untuk memberitahukan posisi ketinggian pesawat yang mereka tumpangi.

Petugas Bandara Budiarto meminta Nelson menghubungi Jakarta Info. Saat posisi pesawat di ketinggian lima ribu kaki, tepatnya di atas area Pelabuhan Merak, Nelson melihat indikator bahan bakar pesawat sebelah kiri tidak bergerak.

“Nelson hendak mendarat darurat di Bandara Radin Inten II, Daweris menyarankan tidak melakukan pendaratan di Bandara Radin Inten II tapi langsung ke Muko-Muko, pantai barat Sumatera,” kata Tri.

Nelson berkeras mendarat di Bandara Radin Inten II dan meminta Daweris menghubungi petugas untuk izin mendarat. Pihak Bandara Radin Inten II lalu menanyakan posisi pesawat menggunakan bahasa penerbangan.

“Nelson tidak mengerti bahasa penerbangan. Nelson minta dipandu menggunakan bahasa Indonesia,” ucap Tri.

Begitu mendarat darurat di Bandara Radin Inten II, pihak bandara menanyakan tentang perencanaan penerbangan, ternyata Nelson sebagai pilot tidak bisa mengisi itu.

Pihak bandara curiga dan ketahuan saat ditanya tentang keberadaan lisensi sebagai penerbang, Nelson tidak memilikinya. Pesawat tersebut juga tidak laik terbang karena certificate of airworthines sudah tak berlaku.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini