TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Mengenang setahun jatuhnya pesawat Air Asia QZ 8501 rute Surabaya-Singapura yang jatuh pada, Minggu, 28 Desember 2014 sekitar pukul 06.17 WIB digelar di Gedung Mahameru Polda Jatim, Senin (28/12/2015).
Pesawat jenis Airbus A320-200 yang jatuh setelah lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya itu membawa 155 penumpang terdiri dari 138 orang dewasa, 16 anak-anak, 1 bayi serta 7 orang crew pesawat dengan total 162 orang. Lokasi jatuhnya di perairan sekitar Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Sebagian besar penumpang adalah warga negara Indonesia. Tercatat ada enam warga negara asing yaitu 3 warga negara Korea, 1 Perancis (Co-Pilot), 1 Malaysia dan 1 Singapura.
Dari 162 total penumpang dan crew pesawat sekitar 115 jenazah yang dulu sudah dieavakuasi di RS Bhayangkara Polda Jatim.
Sebanyak 111 jenazah berhasil diidentifikasi oleh tim DVI, terdiri dari 99 tubuh dan 12 bagian tubuh juga termasuk satu potongan tubuh yang beberapa waktu lalu teridentifikasi non human atau diduga seekor monyet.
Namun dalam mengenang setahun jatuhnya pesawat Air Asia, digelar secara tertutup. Gedung Mahameru disekat dengan pagar besi setinggi 1,5 meter.
Wartawan tidak diperkenankan masuk sehingga meliput dari luar. Pintu utama gedung dipasang kain warna putih sehingga kegiatan yang ada di dalam tak kelihatan.
Namun sekitar pukul 14.00 WIB hujan lebat mengguyur Polda Jatim sehingga wartawan berlarian mencari perlindungan.
Sekitar 15 menit hujan, Kepala Basarnas Marsekal Madya FHB Soelistyo akan keluar sehingga wartawan berusaha mencegat di pintu keluar.
Bersamaan dengan turunnya hujan, wartawan akhirnya bisa masuk ke halaman gedung yang dibatasi pagar besi. Dari celah kaca dan pintu utama yang dibuka petugas karena arus keluar masuk terlihat suasana duka.
Lampu yang menghiasi gedung Mahameru kelihatan redup dan ada penerangan dari lilin. Kebanyakan keluarga korban Air Asia menggenakan baju putih dipadu celana hitam.
Presiden Direktur Air Asia, Sunu Widyatmoko, mengatakan acara ini lebih difokuskan pada kesedihan untuk mengenang keluarga korban Air Asia QZ 8051 yang mengalami kecelakaan setahun lalu.
“Kita tidak membahas kompensasi sama sekali,” ujarnya.
Acara ini diselenggarakan untuk mendoakan keluarga korban yang dicintai. Lantas Sunu menceritakan kegiatan di dalam gedung Mahameru yang dimulai pukul 13.00 WIB.
Selain menggelar doa bersama, juga dilangsungkan sambutan dari perwakilan pihak keluarga korban dan kru Air Asia.
“Kami mengucapkan terima kasih pada pihak yang membantu selama ini. Baik Basarnas, Pemkot Surabaya, dan pihak penyelam, mewakili banyak pihak yang membantu kami,” terangnya usai acara.
Untuk mengenang setahun jatuhnya Air Asia, terlihat istri pilot Irianto bersama anaknya. Dalam acara itu, juga dihadiri Wali Kota Surabaya terpilih, Tri Rismaharini.
Tetapi saat dicegat di pintu depan, Tri Rismaharini lewat pintu samping utara karena antrean kendaraan akibat hujan deras masih mengguyur. Begitu pula Datuk Komarudin Meranun selaku CO Founder Air Asia juga lewat pintu samping utara dan hanya melambaikan tangan.
Sementara iti, Dwiyanto, keluarga korban bernama Bima Ali Wicaksono, mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan Air Asia. Kegiatan yang dilakukan menunjukkan Air Asia masih peduli dengan keluarga korban.
“Proses selalu dipermudah baik dari Pemerintah Kota maupun instansi terkait,” ujar Dwi.
Sementara itu, Sieny Gunawan adik David Gunawan yang saat itu bersama tiga keluarganya, mengaku kecewa dengan sistim penerbangan di Indonesia. Kekecewaan itu karena hasil analisa Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan kecelakaan pesawat disebabkan karena kerusakan pesawat bukan faktor cuaca.
“Karena keteledoran itu kecelakaan terjadi,” ujar Sieny sebelum acara dimulai.
Ke depan, Sieny bersama keluarga korban yang lain berharap harus ada perbaikan dari pemerintah terkait sistem penerbangan. Kekecewaan itu bukan karena kompenasi, tetapi lebih pada tanggung jawab dan evaluasi setelah kecelakaan terjadi.
“Setelah kejadian Air Asia masih ada kecelakaan yang terjadi,” paparnya. (Anas Miftakhudin)