TRIBUNNEWS.COM - Kendaraan roda dua milik Izan (26) tiba-tiba dihentikan beberapa saat setelah memasuki gerbang Kota Cirebon, Jawa Barat.
Di hadapannya, sudah ada sejumlah polisi dan pengendara lainnya. Siang itu, polisi setempat mengadakan razia kendaraan bermotor.
Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya pemeriksaan kendaraan di sekitar tempat pemeriksaan.
Ia sempat bertanya tentang hal itu, termasuk surat tugas pemeriksaan kendaraan bermotor, tetapi tak direspons.
Sesuai dengan permintaan polisi, ia lalu menepi, memperlihatkan dokumen, seperti surat izin mengemudi dan surat tanda nomor kendaraan yang masih aktif.
Kendaraannya yang bernomor polisi wilayah Jakarta juga memenuhi persyaratan teknis, seperti adanya spion dan klakson.
Namun, warga Tegal, Jawa Tengah, tersebut belum dapat melanjutkan perjalanannya.
"Katanya, lampu saya tidak nyala. Padahal, banyak juga motor yang tidak menyalakan lampu dan dibiarkan lewat," ujar Izan menceritakan kisahnya.
Menerima kesalahannya, ia lalu meminta slip tilang berwarna biru, yang berarti mengaku salah dan bersedia membayar denda di bank yang telah ditentukan. Namun, keinginannya tak diindahkan.
"Tidak ada slip biru. Belum ada kerja sama dengan bank," ujar Izan menirukan yang dikatakan polisi tersebut.
Rasa lelahnya setelah menempuh jalan lebih dari 20 kilometer pun mulai berganti amarah. Nada suaranya meninggi.
Dengan kedua alis nyaris menyatu, ia bersikeras meminta haknya. Sejumlah pengendara juga hanyut berdebat dengan polisi.
Entah apa kelanjutannya. Baginya, mengingat pengalaman tilang di Kota Cirebon sama saja menyulut emosinya.
"Saya tidak masalah ditilang, tetapi prosedurnya harus jelas, tidak membuat-buat kesalahan," ujar Izan yang mengaku sudah tiga kali ditilang selama tiga bulan tinggal di Cirebon.