Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Rahmadhani
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Iklan hijab salah satu produsen kerudung bersertifikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuai pro dan kontra di masyarakat baru-baru ini.
Bagi muslimah di Kalimantan Selatan, hijab sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari, bahkan ada yang sudah menjadikannya sebagai aksesoris wajib tak sekadar menutup aurat.
Penjual dan pemakai hijab banyak dan mudah sekali dijumpai, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Salah satu penjual hijab asal Kota Martapura, Bebef AS, mengaku informasi soal hijab bersertifikasi halal belum banyak beredar, bahkan ia mengaku baru tahu belakangan ini.
Menurut dia, selama berjualan hijab melalui online, Bebef yang menjalankan usahanya selama ini tak menerima keluhan dari pembelinya, apalagi sampai menyoal sertifikasi halal.
"Kayanya tidak ada masalah sih. Yang beli juga tidak mempermasalahkan," kata Bebef pada Kamis (4/2/2016).
Selama ini, ia sebagai penjual maupun pembelinya tidak pernah mempersoalkan soal sertifikasi halal bahan hijab.
"Yang penting niatnya saja. Kan kita mau membantu orang menutupi auratnya. Itu saja," ujar pemilik toko online bbfcollection itu.
Seorang pengguna hijab dari Kota Banjarmasin, Nisa, menduga munculnya isu itu hanyalah akal-akalan pemilik hijab bersertifikasi halal.
"Strategi pemasaran saja kalau saya pikir. Memang kadang penting halal haram. Namun niat kita itu beli hijab yang utama untuk menutupi aurat, itu saja," tanggap Nisa.
Kalau memang ada sertifikasi halal, menurut Nisa, MUI harus tegas menegakkannya.
"Toh selama ini setengah-setengah. Kalau memang diharamkan, tindak. Kalau bikin fatwa seadanya, ya tidak digubris orang. Kita masayarakat akhirnya yang dibuat bingung," imbuh dia.