TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG -Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jombang, Jawa Timur, akan secepatnya melakukan klarifikasi terhadap Jari bin Supardi (44), yang mengklaim mendapat wahyu dari Allah.
Sekretaris MUI Jombang KH Junaidi Hidayat menyatakan, jika Jari memang mengaku menerima wahyu, dan kemudian menyebarkannya, itu jelas kebohongan, sesat dan menyesatkan.
Menurutnya, zaman sekarang sudah tidak ada orang yang menerima wahyu dari Allah. Karena yang terakhir kali menerima wahyu dari Allah adalah Nabi Muhammad SAW.
"Setelah itu tidak ada wahyu dari Allah. Kalau ada yeng mengaku menerima wahyu, itu kebohongan besar. Apalagi dia memosisikan sebagai Nabi Isa," terang KH Junaidi, Rabu (17/2/2016).
KH Junaidi mengakui memang ada dalil yang menyebut Nabi Isa akan turun ke bumi pada akhir zaman. Turunnya Nabi Isa ini untuk melaksanakan dan menyempurnakan syariat Nabi Muhammad.
"Namun tentu untuk itu ada kualifikasi dan ketentuan yang ditentukan sesuai agama. Bukan lalu sembarang orang bisa mengklaim sebagai Nabi Isa," tutur Pengasuh Pondok Pesantren Alaqobah, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Jombang ini.
Terkait kewajiban bagi pengikut Jari untuk membaca kalimat syahadat yang sudah ditambah kalimat tertentu, KH Junaidi menyebut itu sebagai bentuk kemurtadan.
"Dalam ajaran Islam, syahadat itu merupakan sesuatu yang 'nash', yang sudah pasti, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Jika ada yang menambah atau mengurangi, itu bentuk kekufuran atau murtad," jelas mantan anggota DPRD Jombang ini.
KH Junaidi menyatakan, selain akan secepatnya melakukan klarifikasi, MUI juga akan koordinasi dengan pihak terkait yaitu polisi dan pemerintah.
"Misalnya, kalau ada unsur pidananya, tentu polisi yang lebih berwenang," tutur Junaidi.
Setelah melakukan klarifikasi nanti, sambung Junaidi, MUI akan mengeluarkan rekomendasi atau fatwa untuk dijadikan pedoman kepada pihak-pihak terkait.
Disinggung mengenai nasib sekitar 100 pengikut Jari jika ajarannya dinilai sesat, KH Junaidi menyatakan mereka akan diluruskan sesuai ajaran agama Islam yang benar.
"MUI akan menangani hal itu. Ini mirip seperti kasus Gafatar belum lama ini. Adalah kewajiban kita untuk meluruskan yang sesat," kata Junaidi. (uto)