"Karena kemarin dikasih bahan cukup banyak, makannya saya ajak ayah dan keponakan saya itu untuk membantu mengedarkannya," jelasnya.
Hadiah Tangkap Begal
Maraknya pelaku tindak kejahatan jalanan atau popouler dengan istilah begal di Makassar, membuat pihak kepolisian mengeluarkan berbagai cara untuk menanganinya.
Salah satu cara yang akan dilakukan Polrestabes Makassar adalah dengan memberi hadiah kepada siapa saja yang mampu menangkap atau mengungkap kasus begal.
Wakapolrestabes Makassar, AKBP Hotman Sirait, mengatakan guna memberantas tindak kriminal curas, curat dan curanmor atau begal, pihaknya akan memberi hadiah bagi siapa saja yang berhasil mengungkap ataupun menangkap pelaku.
Hal itu disampaikan pada dialog pemberantasan begal yang dihadiri oleh pihak Kejari Makassar, Dinas Sosial Makassar, jajaran TNI dan ormas, Rabu (24/2/2016).
"Baik jajaran personel kepolisian maupun masyarakat umum jika menemukan para pelaku dan langsung mengantar atau mengungkap akan diberi reward sebanyak satu juta rupiah untuk satu pelaku," ungkapnya.
Akhir-akhir ini tindakan kejahatan jalanan atau begal yang memakan korban semakin meningkat di Makassar.
Yang terbaru aksi begal merenggut nyawa Ayunda Musyarrafah, yang merupakan salah satu kader IMM yang juga menjabat sebagai wakil ketua Nasyiatul Aisiyah Wilayah, di Jln Hertasning Makassar, Minggu (21/2/2016).
Tertipu Puluhan Juta
Elide (38) kecele karena selain tak dapat panggilan menjadi anggota Satpol PP Kota Batam, sementara uang Rp 33 juta miliknya melayang.
Ia memberikan uang administrasi kepada seorang guru sekolah menengah pertama bernama Jalius yang sekaligus sebagai perantara yang dapat memasukkan orang ke Satpol PP Kota Batam.
Sudah tujuh bulan Elida menunggu panggilan tapi tak pernah ada. Akhirnya ia dan suaminya, Hasrat, melaporkan Jalius ke Polresta Barelang atas dugaan penipuan.
Hasrat lah orang yang mendorong Elida menjadi anggota Satpol PP karena mendapat perantara yang dikenalnya, yakni Jalius. Ternyata di balik penampilannya, Jalius adalah penipu.
"Saya tertipu. Saya kira Pak Jalius seorang guru baik, ternyata melenceng. Makanya saya nggak senang. Makanya saya lapor ke polisi. Saya merasa ditipu," ujar Hasrat kepada wartawan, Rabu (24/2/2016).
Hasrat sangat terbebani karena uang yang diserahkan kepada Jalius adalah hasil meminjam dari bank dengan jaminan sertifikat rumahnya.
Ia berharap istrinya dapat bekerja dan menerima gaji untuk mengangsur pinjaman kepada bank.
"Saya pusing sekarang ini. Saya harus pikir bayar cicilan bank Rp 3 jutaan per bulan. Saya gadaikan sertifikat rumah saya hanya uang untuk administrasi memasukkan istri saya kerja," kata Hasrat.
Tak hanya Elida yang tertipu karena masih banyak orang lain sebelumnya.
Jalius membenarkan sebagai perantara untuk memasukkan Elida sebagai anggota Satpol PP Kota Batam.
Ia membantah menipu karena uang Elida sudah ia serahkan untuk biaya administrasi kepada Satpol PP melalui pria bernama Samsudin.
Pria ini, menurut Jalius, adalah seorang pegawai negeri sipil di Satpol PP Kota Batam. Ia berdalih, penyetoran uang administrasi tersebut dilengkapi bukti kuitansi bermaterai.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Kantor Satpol PP Kota Batam, Hendri, mengaku tak tahu-menahu soal masalah itu. Ia memastikan untuk menjadi anggota Satpol PP tidak ada pungutan.
Berdasar penelusuran Tribun Batam dari beberapa sumber, ada belasan kopi kuitansi uang administrasi masuk anggota Satpol PP.
Di dalam kuitansi bermeterai Rp 6.000 itu, nilai uangnya bervariasi, termasuk uang dari Hasrat yang tercatat Rp 33 juta sebagaimana diserahkan Jalius.
Jalius mengantongi sejumlah kuitansi pembayaran, satu di antaranya tertanggal 28 Maret 2015.
Kuitansi yang diterima dari Jalius berisi, "uang sejumlah lima belas juta rupiah." Uang tersebut untuk pengurusan surat-surat kerja Satpol PP atas nama MIS. Ada juga yang nilainya Rp 10 juta.
Hendri membantah semua tuduhan tersebut.
"Saya enggak tahu-menahu soal itu. Lagian bukan tanda tangan saya di kuitansi itu," Hendri berdalih.
Menurut sumber, korban rekrutmen Satpol PP ini terkait masalah penggajian 800 orang pegawai honorer Satpol PP yang gagal dikucurkan tahun lalu, karena tidak ada dalam mata anggaran.
Akhirnya, sebagian besar mereka dirumahkan. Namun, hingga sejauh ini hanya Hasrat dan istrinya yang melaporkan kasus penipuan ke Polresta Barelang.
Masalah semakin runyam karena Menteri Dalam Negeri mengeluarkan edaran bahwa Satpol PP harus pegawai negeri sipil dan tidak ada pegawai honorer. (*)