Pak Harto tidak menanggapi serius pertanyaan tersebut, namun sang bibi terus mendesak.
Akhirnya bibi Pak Harto pun mencetuskan ide tentang perjodohan.
Pilihan sang bibi pun jatuh pada Siti Hartinah, atau biasa disebut Ibu Tien.
Awalnya Pak Harto merasa ragu dengan perjodohan tersebut.
Pak Harto tidak yakin Ibu Tien mau menjadi istrinya.
Alasannya, Ibu Tien putri seorang bangsawan Jawa, sedangkan Pak Harto hanyalah anak seorang petani.
Tanpa disangka keluarga KPH Soemarjomo, orangtua Ibu Tien, menerima ide perjodohan tersebut.
Kedua keluarga itu sepakat untuk menggelar upacara 'nontoni', atau mempertemukan antara calon pengantin pria dengan calon pengantin wanita.
Upacara nontoni itu berlangsung baik.
Tanggal pernikahan pun langsung diputuskan.
Tepat pada tanggal 26 Desember 1947, di Solo, Jateng, pasangan Pak Harto dan Ibu Tien terikat dalam janji suci sebuah pernikahan.
Sosok istri sempurna
Seusai melangsungkan pernikahan, Pak Harto memboyong Ibu Tien ke Yogyakarta, tempatnya ditugaskan sebagai tentara.
Ibu Tien merupakan sosok istri yang sempurna untuk Pak Harto.