Mengetahui bisnis prostitusi di Kalimantan terbilang besar, Nina memutuskan angkat kaki dari Situbondo menuju Samarinda.
Bermodal nekat, Nina dikabari salah satu kenalannya tinggal di Lokalisasi Bayur. Ia pun menekuni pekerjaannya itu tanpa beban sembari berharap imbalan rupiah dari pelanggan.
Pukul 14.00 Wita, Nina sudah siap menjamu pelanggan. Mengenakan pakaian seksi dan aroma minyak wangi yang kentara demi menarik minat para pria hidung belang. Biasanya pelanggan ramai berdatangan pukul 20.00 - 01.00 Wita. Saat itu juga para pria silih berganti melirik dan menjadikannya pemuas nafsu birahi.
Tarif pelayanannya Rp 300 ribu sekali melayani pria. Dalam sehari paling banyak melayani 3 pria. Ia juga mendapatkan tips usai memandu pelanggan meneguk bir Rp 50 ribu - Rp 100 ribu per orang.
Sayang, penghasilannya tersebut terkadang belum juga mampu melunasi hutangnya. Pasalnya uang yang didapat harus dipotong membayar segala tetek bengek lokalisasi.
Bahkan ia sampai berhutang lagi dengan muncikari saat tak mendapatkan pelanggan. Namun Nina enggan menyebutkan besaran hutangnya kepada muncikari.
"Ada yang pernah kasih uang lebih, kadang Rp 500 ribu itu untuk tips. Kadang-kadang itu mereka kasihan, walaupun mainnya sebentar ya kasinya lebih begitu. Soalnya uang saya ini nanti dipotong untuk kamar Rp 25 ribu per pelayanan, untuk uang kas Rp 15 ribu per minggu, kesehatan Rp 25 ribu per bulan, kontrol Rp 5 ribu per orang bermalam," tutur wanita yang mengaku senang melayani pria berusia 40 ke atas ketimbang yang usia 20 tahun.
Kondisi tersebut membuatnya tak pernah menghabiskan uang untuk foya-foya. Selama berada di lokalisasi Nina mengaku jarang keluar area lokalisasi, apalagi berbelanja di mal.
Ia lebih memilih menyimpan uangnya untuk kebutuhan orangtua dan anaknya di Situbondo. Sehari-hari Nina banyak menghabiskan waktu di lokalisasi bersama kawan-kawan seprofesinya sembari menanti pelanggan.
Kendati demikian, suatu saat Nina ingin berhenti sebagai PSK. Ia menyadari pekerjaannya itu haram dan membuat malu keluarganya. Ia ingin menjalani kehidupan normal layaknya orang-orang. Mendapat pekerjaan halal, sambil berkumpul dengan suami dan anak-anaknya. (tribun pontianak/dmz)