Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sebanyak 109 pemilik apartemen di Grand Royal Panghegar (GRP), Jalan Merdeka nomor 2-4, Kota Bandung, resah dengan status aset mereka.
Mereka pun terancam kehilangan aset mereka setelah PT Bank Bukopin Tbk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap PT Panghegar Kana Properti (PT PKP), pengelola apartemen Grand Royal Panghegar.
Informasi yang dihimpun Tribun, PT Bank Bukopin mengajukan permohonan PKPU atas PT PKP lantaran memiliki utang sebesar Rp 147 miliar yang telah jatuh tempo untuk dibayar Februari 2016.
Kini PT PKP sedang dalam proses PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta yang permohonannya diajukan pada 28 April 2016. Adapun apartemen GRP menjadi objek dalam permohonan PKPU tersebut.
Salah satu perwakilan pemilik apartemen GRP, Ristinia (67), menceritakan, keresahan itu bermula ketika dirinya tak lagi menerima hasil penyewaan kamar dari PT PKP pada pertengahan 2014.
Selaku pemilik salah satu apartemen di GRP, ia mulai mempertanyakan penyebab macetnya hasil dari penyewaan kamar tersebut pada 2015. Padahal, kata dia, tingkat okupansi hotel selalu tinggi tiap tahunnya.
"Kami mulai menanyakan duduk perkara kenapa macet. Beberapa bulan kemudian kami mengetahui ada surat dari Bank Bukopin kepada PT PKP bahwa sertifikat ada di tangan Bank Bukopin Bukopin," ujar Ristinia kepada wartawan usai jumpa media di ruang rapat Tangkuban Perahu, Hotel Grand Royal Panghegar, Jalan Merdeka nomor 2-4, Minggu (12/6/2016) sore.
Mendengar hal tersebut, kegelisahan Ristinia membuncah. Sebab ia yang telah melunasi pembayaran salah satu apartemen di GRP sejak Februari 2011 itu tak kunjung mendapatkan sertifikat atas apartemen yang telah dibelinya tersebut.
Padahal investasi yang dilakukannya itu telah berjalan sejak Maret 2011 dengan setiap bulannya mendapatkan hasil yang sewaan.
"Kalau Anda punya sesuatu tapi bukti kepemilikan tidak ada dan sewa macet tentu kami gelisah. Awalnya satu per satu pemilik mempertanyakan hal yang terjadi. Tapi tidak ada jawaban yang memuaskan hingga akhirnya kami ramai-ramai menanyakan hal tersebut," ujar Ristinia.
Diakui Ristinia, PT PKP memang tidak pernah memberikan penjelasan soal kapan akan memberikan sertifikat kepada para pemilik apartemen di GRP.
Mereka pun tidak pernah mengatakan jika sertifikat atas apartemen di GRP itu ternyata berada di pihak lain atau menjadi jaminan. Itu mengapa 109 pemilik apartemen di GRP menuntut kejelasan kepada PT PKP terkait dengan sertifikat tersebut.
"Kami akan melakukan langkah selanjutnya dan kami sudah menyerahkan hal ini kepada kuasa hukum kami. Kami ingin mendapatkan kepemilikan hak secara hukum. Kami pada umumnya orang tua yang pensiun. Membeli apartemen ini harapannya masa pensiun dapat inkome dari hotel ini," ujar Ristinia.
Kuasa hukum pemilik apartemen GRP, Singap A Panjaitan, mengaku akan melakukan langkah hukum terkait dengan kegelisahan 109 pemilik apartemen di GRP.
Sebab 109 pemilik apartemen itu tidak pernah terlibat dalam penyerahan sertifikat ke pihak lain terutama PT Bank Bukopin.
Kliennya berkeyakinan kuat akan kedudukannya yang menjadi pemilik sah secara hukum atas unit-unit yang dibelinya.
"Gugatan segera dilayangkan tapi kami tunggu hasil verifikasi siapa paling bertanggungjawab atas peristiwa ini. Ada dua sampai tiga pihak yang bisa kami gugat atas peristiwa ini. Pertama PT PKP yang melakukan kegiatan jual dan beli. Bank Bukopin yang memiliki hak tanggungan," ujar Singap. (cis)