TRIBUNNEWS.COM, MEDAN- Hingga petang ini, mantan calon Wali Kota Medan periode 2011 - 2016 Ramadhan Pohan masih menjalani pemeriksaan di ruang penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut, Rabu (20/7/2016).
Ramadhan sampai di Polda Sumut pada Selasa (19/7/2016) tengah malam, atau sekitar pukul 00.00 WIB.
Ramadhan sempat terlihat keluar dari ruangan dan menunaikan ibadah shalat pada sekitar pukul 12.00 WIB. Dia terlihat mengenakan kemeja batik berwarna biru. Namun sewaktu kembali ke ruangan, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat itu hanya melambaikan tangan kepada wartawan dan menyatakan nanti akan memberikan keterangan.
"Nanti ya, nanti...," katanya sambil melangkah masuk ke ruangan.
Barisan penyidik berbaju putih terkesan menghalangi pandangan wartawan untuk mengabadikan momen Ramadhan saat berada di ruang pemeriksaan.
Kuasa hukum Ramadhan, Sahlan Rifa'i Dalimunthe mengatakan, kliennya hanya korban. Pasalnya tidak pernah mengetahui dan melihat uang yang dituduhkan digelapkannya.
"Klien kami ini korban. Angka Rp 4,5 miliar itu saya tidak tahu dari mana keterangan itu. Intinya klien kami adalah korban, itu dulu, jangan masuk materi penyidikan kita," katanya.
Sementara Kabid Humas Polda Sumut Kombes Rina Sari Ginting dalam keterangan persnya mengatakan, penyidikan berdasarkan laporan LHH Sianipar yang mengadu pada 13 Maret 2016 ke Polda Sumut terkait penipuan dan penggelapan.
Penyidik lalu melakukan pemeriksaan saksi-saksi, mengumpulkan barang bukti, menggelar perkara kasusnya dan menetapkan tersangka.
"Sampai kemarin, yang bersangkutan di jemput ke Jakarta dengan surat perintah membawa," kata Rina.
"Kenapa dengan surat perintah membawa? Karena penyidik sudah mengirimkan surat panggilan sebagai tersangka sebanyak dua kali tapi yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sakit," lanjutnya.
Menurut Rina, dugaan sementara, Ramadhan melakukan kesalahan sesuai Pasal 378 dan 372 KUHP.
Modusnya, terlapor Ramadhan Pohan pernah membujuk korban untuk menyerahkan uang sejumlah uang sejumlah Rp 4,5 miliar dengan memberikan jaminan selembar cek senilai Rp 4,5 miliar dan berjanji akan mengembalikan pinjaman seminggu kemudian.
"Setelah satu minggu lewat, korban mencairkan cek tersebut ke bank, ternyata cek tidak bisa dicairkan karena dananya tidak cukup," jelasnya.