Uskup pun memeluk Makmur dan Arista dan mengajak pasangan itu untuk melihat ke depan.
Gereja dan keluarga Makmur Hasugian juga akan menyelenggarakan upa-upa atau tepung tawar, upacara adat untuk menyatukan yang tercerai-berai.
Terkait kasus, gereja menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian.
Dalam keluarga, IAH dikenal anak yang baik dan tidak pernah berbuat jelek sejak kecil.
Saat masa remajanya ia banyak menghabiskan waktu di kamar dengan laptopnya.
Ketua Pusbakum Peradin Medan Rizal Sihombing mengatakan, Makmur memang menyurati Peradin untuk meminta bantuan hukum.
Pihaknya menyediakan 31 pengacara untuk membantu kasus ini.
IAH, kepada Rizal dalam pemeriksaan polisi, mengatakan, dirinya belajar paham radikalisme sejak 2015.
Ia berhubungan dengan jaringan radikal itu melalui internet, aplikasi kanal, grup WA, dan Twitter.
"Sama sekali tak bertemu muka, tetapi IAH memang mencari tahu apa itu gerakan radikal," kata Rizal.
IAH juga mengaku tidak pernah berhubungan dengan Bahrun Naim, warga negara Indonesia yang bergabung dengan kelompok radikal Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Namun, IAH berhubungan dengan seseorang yang bernama Fud Hail Omar di Malaysia. Fud diduga berhubungan dengan Bahrun Naim.
IAH juga mengaku belajar membuat bom dari seseorang yang bernama Abdullah Azzam yang tinggal di Bandung pada 2015.
Ia belajar selama tiga bulan melalui jaringan internet. Agustus 2016, ada seruan dari kelompok itu melalui audio agar orang yang hidup, hidup di jalan yang lurus.