TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Berkaus putih, IAH (17) menunjukkan ke ibunya, Arista br Purba, luka-luka di wajahnya yang sudah mengering.
Sesekali dioleskan sesuatu dari cotton bud ke luka-luka itu.
Adegan ini terjadi di salah satu ruangan Tindak Pidana Tertentu Kepolisian Resor Kota Medan, Selasa (6/9/2016) siang.
Siapa pun tak bakal menyangka, IAH, bocah berwajah polos ini, meledakkan bom di ranselnya dan melukai Pastor Albert S Pandiangan di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan, saat ibadah, Minggu (28/8/2016).
Orangtuanya juga tak menyangka siswa yang baru lulus dari SMA Negeri 4 Medan dan rajin beribadah itu mengikuti paham yang mereka sendiri tidak tahu.
Makmur Hasugian (66), ayah IAH, yang merupakan anggota Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) DPC Medan, mengaku lalai menjaga dan mengawasi IAH.
Bersama istrinya, Arista, ia meminta maaf kepada seluruh warga atas kesalahan yang dilakukan anaknya di Kantor DPC Peradin Medan, pekan lalu.
Senin (5/9/2016) pagi, suami istri itu didampingi sejumlah pengacara dari Pusat Bantuan Hukum (Pusbakum) Peradin DPC Medan bertemu Uskup Agung Medan Mgr Anicetus B Sinaga OFM Cap, pemimpin umat Katolik Keuskupan Medan, di kantor keuskupan.
"Kami minta maaf karena ini kesalahan kami sebagai orangtua yang tidak mampu membimbing dan mengawasi segala gerak-gerik anak kami," kata Makmur.
Pertemuan itu hanya diikuti 14 orang, yakni dari keluarga Hasugian, gereja, dan Peradin.
Pertemuan selama 1,5 jam dipenuhi suasana kekeluargaan.
Dedi Handoko, anggota Peradin, yang juga pengacara Keuskupan Agung Medan, bercerita suasana penuh keharuan saat uskup mewakili umat Katolik mengatakan mereka sudah dimaafkan sebelum datang ke keuskupan dan tidak ada dendam di hati umat terhadap IAH.
Terlebih saat Uskup mengatakan IAH adalah juga anaknya, kedua orangtua IAH menangis.
Uskup mengatakan bahwa tanggung jawab bersama membina anak-anak muda seperti IAH dan anak muda lainnya.