Namun kejadian serupa sudah sering ditemukan, hal ini karena jarak tempuh yang jauh.
Petugas kesehatan atau bidan hanya terdapat di desa-desa namun karena warga SAD tidak tahu kapan akan melahirkan sehingga warga SAD tidak begitu menghitung hari, kapan akan turun ke desa.
“Saya kira karena mereka tidak tahu kapan mau melahirkan. Sehingga warga SAD tidak begitu peduli dan ini menyebabkan angka kelahiran begitu tinggi di kalangan mereka. Bahkan jarak antara anak hanya terhitung satu tahun saja,” bebernya.
Wahab membeberkan, jarak tempuh yang cukup jauh bagi warga SAD bukan saja menimbulkan persoalan medis.
Namun ekonomi warga SAD yang telah bercocok, kesulitan menjual hasil kebun mereka.
“Selama ini warga SAD banyak yang bercocok tanam di dalam kawasan hutan. Namun karena akses jalan membuat hasil kebun mereka hanya bisa kita salurkan setiap musim panen saja. Dan kita sangat membutuhkan bimbingan pemerintah, sebab semenjak tahun 80-an saya sudah membina mereka, jadi sangat tahu kondisi psikologi mereka,” sebut Wahab lagi.
Menurut Wahab yang sangat diharapkan SAD, bukan hanya berupa bantuan sementara. Tapi yang dibutuhkan mereka adalah bimbingan untuk mereka keluar dari kebodohan dan juga sifat asli mereka.
“Yang dibutuhkan mereka bimbingan secera terus menerus. Jika mereka bercocok tanam, maka wajib didampingi oleh petugas PPL. Jika ini dilakukan maka sudah bisa dipastikan merteka akan berhasil. Dan saya mengimbau agar pemerintah bisa memperhatikan kondisi ini,” tandasnya.