TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ketua Yayasan Kraton Kasultanan Raja Prabu Rajasa Nagara, Marwah Daud Ibrahim, mendatangi Ditreskrimum Polda Jatim, Rabu (21/12/2015).
Kedatangan mantan anggota DPR RI ini untuk mengklarifikasi rencana pengosongan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
"Kami datang ke sini untuk merespons adanya kabar di media soal terkait pengosongan santri dari padepokan oleh kepolisian," ujar Marwah Daud saat ditemui di Ditreskrimum Polda Jatim, Rabu (21/12/2016).
Ia datang didampingi dua pengacara, M Sholeh SH dan Yan Juanda SH. Marwah langsung menemui penyidik.
Marwah juga mempertanyakan penyitaan aset padepokan yang berada di Dusun Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, itu.
"Pengosongan padepokan dalam kaitan case (kasus) apa," terangnya.
Menurutnya, aset atau lahan dan bangunan yang disita polisi tidak murni milik Taat Pribadi.
Banyak juga kontribusi dari para santri Dimas Kanjeng, makanya ia berpendapat bahwa santri Dimas Kanjeng masih berhak atas aset itu.
"Intinya dari santri untuk santri," papar Marwah.
M Sholeh, tim kuasa hukum yayasan, menyatakan saat ini masih ada sekitar 500 santri bertahan di Padepokan Dimas Kanjeng.
Mereka di padepokan menggelar istighotsah, tahlil dan ibadah sesuai agama yang dianut. Karena itu, pihaknya akan melawan jika polisi memaksa mengosongkan.
"Kami akan melawan karena aset padepokan itu dari santri," tegas sholeh.
Seperti diketahui, penyidik Ditreskrimum Polda Jatim menyita 24 aset milik Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang diduga dibeli dari uang hasil menipu dengan modus penggandaan uang. Penyitaan aset berupa bangunan dan tanah itu setelah penyidik menetapkan Taat sebagai tersangka TPPU.
Tersangka Taat yang juga menjadi otak pembunuhan dua pengikutnya Abdul Gani dan Ismail Hidayah dikenal sebagai tuan tanah.