"Modal awal saya ini dari menggadaikan rumah. Istri mendukung, cuma sempat khawatir. Istri saya pun sempat nyuruh saya tidur di garasi karena hal ini. Cuma sekarang sangat mendukung," ucapnya sembari tertawa.
Ia bercerita bahwa setiap harinya dirinya memang selalu berkutat dengan sayur mayur hasil dari petani yang ada di sekitar lingkungan tersebut, baik yang dibinanya, maupun warga yang masih bekerja sediri-sendiri.
"Hasil sayuran dari petani binaan kami. Ada juga memang dari petani yang lain. Tapi kami lebih mengutamakan yang dari petani binaan. Berapa banyak pun yang diantarnya. Tidak pernah kami tolak dan harganya sesuai harga pasaran," bebernya.
Wahyu memaparkan bahwa mereka dari usahanya ini sudah membuat dunia pertanian yang ada di daerah tersebut seakan bergairah lagi seperti dahulu kala.
"Sempat redup memang hasil pertanian di sini. Sekarang Alhamdulillah sudah mulai semakin digeluti para warga," ujarnya.
Ia menceritakan bahwa mereka bisa menjual sayuran sebanyak enam pikap setiap harinya, dan selisih harga jual mereka dengan hasil pertanian warga hanya Rp 1.000 setiap kilonya.
Hal ini menurutnya selalu dia sampaikan kepada para petani, sehinga pada saat harga barang turun dan naik petani pun tetap percaya kepada mereka.
Wahyu bercerita inisiatifnya untuk mendirikan persatuan pedagang Kamtibmas ini adalah berawal dari kegelisahannya saat melihat sayur mayur milik petani dipermainkan para pedagang yang jahat.
Harga sayur mayur para petani kerap kali tidak dihargai oleh para pedagang tersebut.
"Di depan sana kan ada pasar. Dulu di sana aja dijual para warga ini. Saya pun dulu jualan di sana pertama kali. Kenapa saya terjun jualan ini? Karena saya tidak tega dengan para petani ini. Bawa hasil panen dari ladang, hingga malam gak ada yang beli. Kemudian malam, datanglah tauke-tauke yang mau beli dengan harga yang sangat murah," ujarnya.
Dari hasil berdagangnya ini, Wahyu memaparkan bahwa setiap bulannya mereka bisa rata-rata meraup untung hingga 28 juta rupiah.
Ia juga sudah mempekerjakan empat pegawai yang digaji Rp 700 ribu setiap minggunya.
"Penghasilan kami setiap bulan ini kami bagi dua. Setengah buat saya dan setengah lagi dengan perkumpulan pedagang kamtibmas. Kemudian bagian saya setengahnya saya sumbangkan ke Zakat. Nah ada juga penghasilan kami pada hari Jumat itu kami sumbangkan ke masjid-masjid," ujarnya.
Sumardi salah seorang petani yang datang menjual hasil pertaniannya bercerita bahwa dirinya sangat nyaman sejak kehadiran dari Bripka Wahyu yang mau masuk ke pasar dan membeli dagangan dari petani.
"Dulu susah jualan. Ini tinggal antar aja ke gudang. Kalau dulu saya harus lama di pasar sana menjualnya. Kena panas. Sayuran saya pun jadi enggak segar lagi. Harganya pun sudah turun," ujarnya. (*)