TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumah milik Sumanto, yang dulu dikenal sebagai manusia kanibal pemakan mayat itu mulai dibedah pada pertengahan Februari 2017.
Rumah Sumanto di Desa Pelumutan, Rt 01 Rw 01, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, memang tidak layak huni.
Rumah seluas 7x7 meter itu saat ini ditinggali kedua orangtua Sumanto, Nuryadikarta (70) dan Samen (60), dan kakak kandungnya, Karyono serta Mulyati.
Sementara, Sumanto saat ini tinggal tinggal dan bekerja di Wisma Rehabilitasi Mental, Sosial, dan Narkoba yang terletak di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga.
Rumah Sumanto memang jauh dari kata layak.
Rumah terbuat dari papan kayu dan dinding bambu atau gedhek.
Rumahnya juga kerap bocor ketika musim hujan.
Kerangka kayu untuk menahan genteng atau usuk juga mulai lapuk dimakan rayap.
Parahnya lagi, rumah petak itu tidak mempunyai kamar mandi.
Jika anggota keluarga hendak buang hajat, mereka pergi ke sungai yang berada di belakang rumah.
Rumah Sumanto ini belum terjamah program jambanisasi.
Rumah itu akhirnya dirobohkan warga sekitar dan diganti dengan bagunan baru yang lebih layak.
Untuk memperbaiki rumah Sumanto, diperlukan biaya Rp 30 juta.
Warga pun menggalang sumbangan hingga terkumpul uang Rp 10 juta.
Kekurangan sisanya ditutupi Yudi Indras Wiendarto, anggota Komisi E DPRD Jateng seusai melihat kondisi rumah Sumanto.
Kepala Dusun Pelumutan, Kuswanto, mengatakan, biaya yang terkumpul dari sumbangan itu akan seluruhnya dibuat untuk membuat rumah baru yang dilengkapi jamban.
“Uang untuk bikin rumah baru, bukan direhab,” kata dia, yang juga sebagai ketua tim pembangunan rumah.
Sementara itu, Yudi Indras ikut membantu lantaran bersimpati dengan kehidupan keluarga Sumanto.
Seusai melihat rumah Sumanto, dia lalu memberi sumbangan untuk menutupi kekurangan biaya pembangunan.
Dia pun minta agar pengerjaan rumah dilakukan secepat mungkin agar bisa segera ditempati kembali.
“Saya minta segera dibangun, kalau bisa dua bulan sudah bisa ditempati,” pinta Yudi, dalam siaran tertulisnya, Selasa (20/2/2017).
Tinggal di kandang kambing
Setelah rumahnya dirobohkan, keluarga Sumanto kini tinggal sementara di bekas kandang kambing di sebelah rumahnya.
Tempat itu yang biasa digunakan sebagai dapur masak.
Sementara bekas kayu yang masih bagus disimpan untuk digunakan kembali di rumah barunya.
Keluarga Sumanto tidak mampu untuk memperbaiki rumahnya karena keterbatasan ekonomi.
Penghasilan keluarga hanya Rp 30.000 perhari dari kegiatan menjual tempe dan tukang pijat.
Ibu Sumanto, Samen berprofesi sebagi penjual tempe keliling.
Sementara saudaranya, Karyono berprofesi sebagai tukang pijat, dan Mulyati sebagai pembuat rambut palsu.
“Semua habis untuk membeli beras dan kebutuhan lainnya. Jadi, cukup untuk makan saja,” timpal Karyono, saudara Sumanto.
Sumanto sendiri sempat terkenal sebagai pemakan mayat asal Purbalingga.
Pada 2003, ia mencuri mayat nenek bernama Mbah Rinah lalu memakan daging jenazah itu.
Kepada polisi, Sumanto mengaku sedang memperdalam ilmu di bawah bimbingan seorang 'guru'.
Dengan memakan mayat, dia akan menjadi kebal, tak terluka oleh goresan senjata, dan mendapat ketenangan batin.
Setelah beberapa kali mendapat remisi, Sumanto dibebaskan pada 24 Oktober 2006, bertepatan dengan Idul Fitri.
Saat ini, dia tinggal di Wisma Rehabilitasi di Purbalingga.
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin