TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Dari informasi yang beredar di lapangan, pembunuhan yang direncanakan Andi Lala berlatar masalah perebutan warisan menyangkut tanah milik orangtua almarhumah Sri Ariyanti yang ada di Sei Rampah, Serdang Bedagai.
Ditanya mengenai hal itu, Wagiman (66), orangtua almarhum Riyanto (40) hanya menggelengkan kepala.
Hanya saja, kata Wagiman, memang dirinya menitipkan empat surat tanah ke Riyanto. "Kalau soal itu (tanah milik mertua Riyanto), saya enggak tahu. Yanto enggak pernah cerita. Hanya saja, saya memang ada nitipkan empat surat tanah sama mendiang ini," ujar Wagiman.
Keempat surat tanah itu, katanya adalah milik keluarga besar mereka. Total tanah milik keluarga yang sudah dipecah empat itu luas keseluruhannya lebih kurang 3000 meter persegi.
"Surat induknya ada sama saya. Inilah saya enggak tahu, apakah masih ada atau enggak keempat surat tanah ini," tutur Wagiman. Ia sengaja menyerahkan empat surat tanah itu pada almarhum Riyanto karena anak keduanya itu tidak pernah neko-neko dalam urusan hak waris.
"Mendiang ini saya yakin amanah. Saya sudah pesan sama mendiang, kalau nanti sewaktu-waktu saya sudah enggak ada, semua itu harus dibagi rata. Yang perempuan juga harus mendapat jatah yang sama. Tidak ada yang dibeda-bedakan," terangnya.
Lantas, apakah pascapembunuhan ini keempat surat tanah itu masih ada, Wagiman sendiri belum bisa memastikannya. Sebab, pihak keluarga belum bisa masuk ke dalam rumah korban karena masih berstatus penyelidikan.
"Inilah yang saya belum tahu. Apakah dibawa pelaku, atau bagaimana, saya juga bingung," pungkas Wagiman.
jika nantinya keempat surat tanah itu hilang, maka ia akan segera membuat laporan. Sebab, nilai dari keempat surat tanah itu cukup fantastis. "Akan saya buat laporan resminya nanti. Tapi tunggu ini semua selesai lah," pungkas Wagiman.
Saat berbincang dengan Wagiman, kebetulan Ruslan, kakak kandung almarhumah Sri Ariyanti ada di lokasi. Ruslan yang baru tiba dari Bengkalis, Riau ini sempat cerita soal masalah yang diduga ada kaitannya dengan Andi.
"Kalau masalah tanah, itu sudah saya jelaskan. Memang, orangtua kami baru dapat ganti rugi dari pemerintah karena jalan tol," ujar Ruslan.
Harga ganti rugi itu, sambung Ruslan, sebesar Rp 270 juta. Namun, ia tak mau banyak berkomentar apakah pembunuhan ini ada kaitannya dengan masalah tanah yang ada di Sei Rampah, atau tidak. "Saya pun bingung ini. Kalau katanya masalah warisan, gimana lah saya mau jelaskan," ungkap pria bertopi hitam sembari duduk di dekat Wagiman.
Masalah soal tanah, katanya, juga pernah terjadi sekitar tahun 2008 atau 2009 lalu. Gara-gara masalah tanah itu, ibunya Sumarni (salah satu korban) pernah diancam oleh mafia tanah berinisial HR.
"Sekitar tanggal 22 Maret lalu itu, mendiang mamak (Sumarni) pernah nelepon saya minta tolong. Kata mamak begini, Lan, mamak minta tolong lah. Ini Yanto lagi ada masalah," ungkap Ruslan menirukan perkataan almarhumah ibunya itu.
Dalam perbincangan via telepon, almarhumah Sumarni menyebut Yanto tengah bergesekan dengan HR mafia tanah karena kasus tanah di Mabar Pasar I. "Kami ini kan dulunya tinggal di Pasar I Mabar. Tanah yang kami tempati itu punya keluarga juga. Jadi, tanah itu kemudian dijual lah. Karena tanah dijual, kami kan harus pindah. Pas mau pindah itu, mendiang mamak sempat minta izin ambil material seperti seng dan kayu broti. Tapi HR (mafia tanah) bicara kasar sama mamak saya," terangnya.
Karena tidak terima dengan ucapan HR, almarhum Riyanto selaku menantu naik pitam. Ia kemudian ribut dengan HR hingga saat ini.
"HR ini ya kawannya Andi. Terus, dilaporkan lah HR ini. Lalu HR ini sempat ditahan begitu," katanya.
Meski sudah bertahun-tahun yang lalu, masalah ini kembali muncul dan belakangan almarhum Riyanto mendapat ancaman.
"Mendiang mamak cuma bilang begitu aja. Katanya Yanto diancam lah gara-gara kasus waktu itu," ungkap Ruslan.
Ditanya lebih lanjut siapa yang mengancam almarhum Riyanto dan almarhumah ibunya, Ruslan mendadak bungkam.
Ia mengaku sudah menceritakan ini sepenuhnya pada polisi. "Kalau itu sudah lah bang. Enggak usah diapakan kali. Sudah saya ceritakan semuanya sama polisi," terang pria bermata belok ini.
Lantas, apakah pembunuhan Riyanto dan keluarganya ada berkaitan dengan kasus ini, pria yang selama ini bekerja sebagai penjaga komplek perumahan di Bengkalis, Riau ini geleng kepala dan mendadak tak mau cerita.
Ia mengaku tidak ingin terlalu jauh membicarakan masalah yang didera keluarganya. "Itu sajalah bang. Jangan diapakan kali lah. Saya pun blank ini. Bingung saya," pungkasnya.
Usai berbincang dengan Ruslan, Tribun pun menemui Saripon (50). Lelaki kurus berkemeja hitam yang juga duduk tak jauh dari Wagiman dan Ruslan ini adalah adik kandung almarhumah Sumarni, ibu dari Ruslan. Dalam hubungan keluarga, Saripon adalah paman Ruslan.
"Kalau ditanya mengenai Andi, jujur ya saya kaget. Saya tau Andi itu. Wong kami sempat sama pergi ke Dumai waktu acara pesta kok," ungkap Saripon.
Ia mengatakan, sekitar sebulan yang lalu, dirinya, Andi dan almarhum Riyanto sama-sama pergi ke Dumai menghadiri hajatan keluarga mereka. Kala itu, Andi yang cukup dekat dengan keluarga bertindak sebagai sopir.
"Pas saya, Andi dan Riyanto ke Dumai itu, ya biasa saja. Enggak ada masalah sepertinya. Andi itupun sering juga kok singgah ke rumah Yanto. Makanya saya kaget betul katanya dia ikut terlibat pembunuhan ini. Kok tega dia bunuh kakak saya, yang juga keluarganya," ungkap Saripon.
Warga Pasar II Barat Marelan ini mengatakan, ia tidak bisa memastikan lebih jauh apakah pembunuhan Riyanto ada kaitannya dengan masalah warisan ataupun tanah yang dijelaskan oleh Wagiman maupun Ruslan.
Namun, kata Saripon, memang selama ini Andi dikenal sebagai perusuh di keluarga. "Keluarga kan dapat ganti rugi tanah sekitar Rp 270 juta. Ya, uangnya itu habis gara-gara si Andi itu," ungkap Saripon.
Bapak beranak dua ini menyebut, setelah mendapat ganti rugi tanah karena pembangunan tol di Sei Rampah, Andi kerap meminta yang aneh-aneh pada keluarga perempuan.
"Begitu dapat uang, disuruhnya lah beli mobil, beli ini lah, beli itu lah. Terakhir, semuanya habis entah kemana," kata Saripon dengan nada kesal.
Ia mengatakan, sikap buruk Andi ini diduga ada kaitannya dengan narkoba. Sebab, kata Saripon, selama yang ia tahu, Andi kerap mengkonsumsi narkoba. "Kalau ada kabar Andi itu terlibat pembunuhan dan kalau lah dia yang bunuh, berarti itu karena narkobanya. Kelewatan betul Andi itu. Buat malu keluarga saja," ungkap Saripon.
Pria berambut belah samping ini mengaku, pihak keluarga perempuan jadi serba salah karena ulah Andi. "Kami ya bingung betul ini. Andi itu kan kalau dibilang, ya masih keluarga. Tapi kok ya dia bunuh keluarganya sendiri. Kurang ajar sekali dia itu," ungkap Saripon dengan raut wajah masam dan nada yang makin meninggi.
Namun, kata Saripon, pascapembunuhan terjadi, Andi si pengguna narkoba ini sempat muncul di lokasi kejadian pada Minggu (9/4) sore selepas rombongan Kapolda Sumut pulang. Kala itu, Andi tampak buru-buru pamit untuk pulang ke rumahnya di Lubukpakam, Deliserdang.
"Saya waktu itu enggak ngeh kalau dia terlibat. Tetapi, gelagatnya waktu itu aneh sekali. Ketika datang Minggu sore itu, dia buru-buru mau pulang," terang Saripon.
Saat datang ke lokasi kejadian, Andi ditemani oleh isterinya Reni menumpangi mobil pikap. Karena diduga aksinya takut diketahui pihak keluarga, Andi pun buru-buru menghilang. "Pengakuan dia sama saya, katanya mau antar sepeda. Pas pemakaman semalam pun sudah enggak nampak dia. Rupanya dia pelakunya," ungkap Saripon.
Terkait pembunuhan ini, informasi menyangkut masalah warisan masih simpang siur. Ada yang menyebut Andi sengaja membunuh Riyanto karena ingin menguasai empat surat tanah milik orangtua Riyanto. Adapula yang menyebut Riyanto sengaja dibunuh Andi karena terlalu mencampuri urusan penggunaan uang ganti rugi tanah sekitar Rp270 juta itu.(TribunMedan/ray)