TRIBUNNEWS.COM, GALESONG UTARA - Perjuangan warga Galesong Kabupaten Takalar mengusir penambang asing, Boskalis Belanda dan rekan, membara.
Rabu (17/5/2017) malam, puluhan warga Galesong Utara lagi-lagi bersatu, turun mengusir kapal penambang moderen asing yang mengeruk pasir putih pesisir Pantai Desa Aeng Batu-batu, Galesong Utara.
Seperti aksi sebelumnya, mereka berarmada kapal nelayan, tercatat 70 nelayan penumpang.
Kapal pontong KM Bulan berbendera Singapura jadi sasaran nelayan.
Cekcok panas mewarnai saat nelayan mengepung dan menduduki kapal.
Setelah menggeledah kapal, ternyata nelayan menemukan empat kepala desa dalam kapal asing itu.
Rakyat Galesong meyakini para kades bersangkutan, bersongkol penambang asing.
Mereka adalah kades Aeng Towa, kades Tamalate, kades Sampulungan, dan kades Aeng Batu-batu Takalar.
Ada juga perwakilan keempat kades yang siap siaga mengawal proses penambangan pasir.
Setelah mengusir kapal, warga menahan keempat kades dan anak buah kapal.
Dia berupaya membebaskan kades dan ABK KM Bulan Singapura.
Keempat kades plus ABK kemudian diseret ke darat, ke kantor Kecamatan Galesong Utara.
Kamis (18/5/2017) pukul 09.55 Wita, kapten kapal PT Gasing Sulawesi sebagai salah satu perusahaan rekanan asing yang mengeruk pasir laut Galesong, datang.
Upaya pembebasan alot, warga Galesong ngotot tetap menahan para pelaku.
Hingga berita ini diturunkan, upaya lobi si kapten masih berlangsung.
Mereka Terancam, Abrasi Pantai Melanda
Kini rakyat Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan harus berjuang sendiri melawan penambang pasir asing, kapal penambang perusahaan raksasa Boskalis Belanda.
Operasi kapal negeri oranye itu membuat nelayan terganggu mencari ikan.
Tak hanya itu, Pantai Takalar dilanda abrasi tak bertepian, rumah mereka pun terancam sirna.
Kabupaten tetangga Takalar, Jeneponto juga ketiban celakanya.
Untuk kesekian kali, Selasa (9/5/2017), nelayan di perairan Galesong Takalar bersatu mengepung dan mengusir paksa kapal tersebut.
Baca: Jokowi Jengkel Merebaknya Isu PKI
Bak performa perang melawan kolonial tempo dulu, bambu runcing vs tank.
Para nelayan Galesong tak bersenjata laiknya angkatan bersenjata, mereka hanya berarmada perahu tradisional.
Mereka mengepung dan menggeledah kapal sebelum akhirnya kapten kapal bersedia meninggalkan lokasi guna menghindari amukan para nelayan.
Aksi penyerangan KM Bulan yang tengah melakukan penambangan pasir di Perairan Gelesong oleh puluhan nelayan Desa Bontomarannu, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, ini terjadi pada pukul 09.00 Wita.
Para nelayan mengaku kesal dengan aksi penambangan pasir secara ilegal lantaran khawatir terjadi abrasi di lepas pantai serta mengganggu aktivitas pencarian ikan nelayan setempat.
"Pastinya akan terjadi abrasi dan kami juga terganggu mencari ikan," kata Dunial Maulana, Kepala Desa Bontomarannu.
Sebelumnya, para nelayan berkumpul di lepas Pantai Galesong untuk menyerang KM Bulan yang berjarak satu jam perjalanan laut dari lepas pantai.
Dengan menggunakan empat perahu tradisional, para nelayan langsung mengepung dan menduduki KM Bulan.
Tak hanya itu, para nelayan juga menggeledah kapal guna mencari kapten kapal.
Lantaran para nelayan mengancam akan membakar kapal jika kapten kapal tak keluar menemui para nelayan, Ricky selaku kapten kapal akhirnya keluar menemui mereka.
Dialog akhirnya berlangsung dimana kapten kapal tak sanggup memperlihatkan izin penambangan dari pemerintah setempat.
Baca: Tensi Darah Firza Husein Naik dan Ogah Makan Usai Ditetapkan Jadi Tersangka
Pada pukul 11.00 Wita puluhan nelayan akhirnya bersedia meninggalkan KM Bulan dan kembali ke pantai dengam syarat KM Bulan harus meninggalkan lokasi penambangan.
Informasi yang dihimpun bahwa pasir laut tersebut sedianya akan digunakan untuk menimbun lepas Pantai Losari, Makassar sebagai bagain dari proyek Central Poin Indonesia (CPI) yang sementara dalam pembangunan.
"Sebenarnya kami hanya mensurvei pasir kalau memang bisa maka pasirnya kami angkut ke Losari," kata Ricky, kapten KM Bulan.
Sementara nelayan mengklaim bahwa aktivitas penambangan pasir di Perairan Galesong adalah ilegal lantaran tidak mendapat izin dari pemerintah setempat.
Selain itu, para nelayan juga telah melakukan pengaduan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan ketika hasil pengaduan ini pihak DPRD mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan aktivitas penambangan pasir di Perairan Galesong.
"Saya selaku kepala desa tidak pernah mendapat informasi akan adanya aktivitas penambangan pasir di sini, lagian pihak DPRD juga telah memerintahkan agar penambangan pasir dihentikan karena merusak ekosistem laut," kata Dunial Maulana kembali. (tribun-timur.com/Kompas.com)