Kabarnya, papan nama ini dapat meningkatkan kewibawaan dan biasanya dipasang di pintu rumah atau di atas meja kerja.
"Yang penting bukan karya seninya, akan tetapi kesaktian bahannya, kayu dewadaru," ungkap perajin asal Bajau, Sulawesi ini.
Karena itu Laha Biki, juga perajin muda Sulikan (30), berani mematok harga satu tongkat panjang Rp50.000,-.
Setangkai tongkat komando Rp30.000,- dan papan nama bervariasi antara Rp10.000,- dan Rp20.000,-. (keterangan harga untuk tahun 1996, mungkin akan jauh lebih mahal pada saat ini)
Sehari berkarya, mereka sanggup menyelesaikan dua buah tongkat. Soal bahan dia cari sendiri asli dari hutan Nyamplungan.
"Bahan kayu dewadaru dari lokasi lain kurang mempunyai kekuatan gaib," ujar Laha Biki.
Pernyataan itu digarisbawahi oleh Sulikan, perajin yang pernah belajar seni ukir dua tahun di Jepara. Di sanggar kerjanya tersimpan beberapa bonggol pohon dewadaru yang konon dari Desa Nyamplungan.
Katanya, banyak juga pembeli fanatik minta dibuatkan tongkat atau papan nama berbahan asli kayu dewadaru dari Nyamplungan, tanpa embel-embel tambahan kayu kalimosodo sebagai penetralisasi kekuatan gaibnya.
Pemesan barang sakti ini, berani keluar uang banyak namun takut ambil risiko. Barang itu harus diserahkan Sulikan ke alamatnya.
"Semua pesanan sekaligus pengiriman barang, saya sanggupi asal harga cocok," kata Sulikan. Biasanya dia meminta alamat pemesan, sekalian uang muka.
Perajin muda ini mengaku memiliki jalur dengan kapal yang berani memuat kayu dewadaru murni.
Biasanya kapal nelayan itu buatan Karimunjawa. Untuk penangkal bahaya, lunas kapal ditempeli kayu dewadaru.
"Kayu dewadaru di bagian lunas kapal itu fungsinya untuk keselamatan. Itu sebabnya kapal pribumi banyak yang selamat, meskipun berlayar sampai jauh. Tak ada ceritanya kapal nelayan yang ditempeli dewadaru tenggelam," ujar Sulikan yang kini disibuki pesanan puluhan tongkat dari Semarang.
Tumbuhan langka