TRIBUNNEWS.COM, TULUNGAGUNG - Suswiji (46) tinggal di sebuah rumah berdinding triplek di Desa Gamping RT 5, RW 1, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung.
Luasnya sekitar empat kali delapan meter. Ruangan ini kemudian disekat menjadi kamar dan ruang tamu.
Tidak ada perabot di dalam rumah ini. Lantainya berupa limbah marmer yang banyak ditemukan di Gamping.
Untuk dinding samping kanan rumah, Suswiji menggunakan bahan lembaran asbes yang mudah pecah.
Janda dua anak ini tinggal bersama anak keduanya.
Baca: Sosok Lain Beri Klarifikasi Mengejutkan Usai Teman Dekat HA Buka Suara terkait Video Mesum
Di bagian belakang ruang utama rumah ini, Suswiji membuat sekat baru yang terbuat dari anyaman bambu.
Suswiji beralasan, ruangan belakang itu untuk anak pertamanya jika menginap di rumahnya.
"Kebetulan suaminya pergi bekerja, makanya dia lebih sering tinggal bersama saya. Belakang rumah itu yang saya sekat untuk dibuat kamar," terang Suswiji.
Untuk dapur rumah, Suswiji memanfaatkan sisi kiri rumahnya.
Luasnya sekitar dua meter kali empat meter, dengan dinding anyaman bambu.
Baca: Sugiono Tak Menyangka Bisa Selamat Setelah Tubuhnya Terjepit Mobil yang Dihantam Girder
Sebenarnya Suswiji berencana membangun rumah tembok.
Pondasi rumah sudah dibuat di depan rumah berdinding triplek yang sekarang ada.
Pondasi itu sudah dibuat lebih dari 10 tahun lalu.
Namun belum sempat mewujudkan meneruskan pondasi itu, suami Suswiji, Sugiono meninggal dunia tiga tahun lalu.
"Suami saya meninggal karena sakit asam lambung. Sejak itu tidak ada harapan untuk membuat rumah tembok," ucap Suswiji.
Baca: Komplotan Penipuan Online Bermodus Sebarkan Dokumen Raup Rp 2 Miliar
Namun harapan Suswiji kembali tumbuh, saat 27 September lalu dia diundang ke kantor Kecamatan Campurdarat.
Saat itu Suswiji mendapatkan program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni, atau bedah rumah.
Suswiji datang dengan membawa lima lembar meterai, untuk memastikan program itu.
Suswiji mendapatkan alokasi Rp 15 juta untuk bedah rumah.
Rp 11,5 juta untuk material, dan Rp 3.500.000 untuk biaya tukang.
Sebulan lalu Dinas Sosial, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos KBP3A) mendatangkan pasir dan koral.
Pekan lalu petugas dari Dinsos KBP3A juga membawa proposal bedah rumah, dan tinggal ditandatangani Kepala Desa Gamping.
Sayangnya kepala desa menolak mendatangani berkas itu.
Bahkan Suswiji yang datang memohon agar berkasnya ditandatangani, tetap ditolak Kades.
"Waktu itu alasan Kades, dia tidak mau tanda tangan kalau hanya dapat satu program (bedah rumah). Saya sudah datang, tapi beliau tetap bersikukuh tidak mau tanda tangan," tutur Suswiji.
Kini Suswiji harus gigit jari. Rencana bedah rumah untuk huniannya dibatalkan.
Padahal Suswiji mempunyai harapan besar, tempat tinggalnya lebih layak dan manusiawi.
"Sebenarnya mau jadinya dua ruangan sekali pun akan saya terima. Asal rumah saya bisa lebih layak dari yang sekarang," kata Suswiji.
Baca: Orang Indonesia Paling Sering Ganti Celana Dalam, Jepang Peringkat ke-22, Cina Paling Jorok
Kepala Desa Gamping, Suyono belum bisa dikonfirmasi.
Saat didatangi di rumahnya yang hanya berjarak 100 meter dari rumah Suswiji, Suyono tidak ada di rumah.
Menurut pegawainya, Suyono baru saja dari kandang bebek kemudian pergi menggunakan sepeda motor.
Kabid Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Sumber Daya Air Kabupaten Tulungagung, Harinto Triyoso mengakui penolakan Kades.
Menurutnya, tanda tangan Kades sangat penting karena Kades yang mengeksekusi program ini.
"Tanpa Kades programnya tidak bisa jalan, karena pelaksana program ini adalah Kades. Kami tidak bisa berbuat apa-apa," ucap Harinto.
Karena tidak ada tanda tangan Kades, maka bantuan bedah rumah untuk Suswiji dialihkan.
Namun pihaknya berharap ada perubahan sikap Kades, agar program ini tetap bisa dilaksanakan.
"Terpaksa sekarang dialihkan. Ke depan akan kami alokasikan lagi, semoga ada persetujuan dari Kades," tandas Harinto.