"Menurut dokter, Sindrom Hunter menyebabkan kelainan pertumbuhan dan munculnya komplikasi penyakit."
"Termasuk hidrosepalus, diabetes, paru-paru, hati, limpa dan sendi kaku. Ini akibat tubuh Galank tidak bisa memecah zat gula dan protein," kata sang ayah, Subagyo (31).
Diceritakan, tanda-tanda serangan penyakit Sindrom Hunter itu muncul ketika Galank berusia sekitar 3 tahun.
Saat itu, ia mengalami pilek parah dan berkepanjangan sehingga hidungnya terus menerus mengeluarkan ingus tanpa henti.
Setelah ingus menghilang, justru ukuran kepalanya mulai membesar diikuti sendi-sendi tulang yang mengkaku.
Semenjak itu, pertumbuhannya mengalami titik balik dan kemunduran.
Galank yang semula cukup lincah dan ceriwis komunikatif itu mulai kehilangan daya bicara dan geraknya.
Di usia lima tahun, ia terpaksa tak bisa lagi belajar bersama teman-teman sebayanya di kelas nol kecil taman kanak-kanak (TK) setempat.
Sekarang ini, meski masih bisa berjalan tertatih, Galank tak bisa bangun dari rebahan tanpa bantuan orang lain.
Pun mulutnya kini hanya sanggup mengucap tiga kata saja; bapak, simbok untuk memanggil sang nenek, dan sego (nasi).
"Ketika lapar, dia hanya berkata 'sego' atau terkadang juga menangis," imbuh Subagyo.
Riwayat penyakitnya baru ketahuan ketika pemerintah menggalakkan program imunisasi Measles Rubella (MR), beberapa waktu lalu.
Pihak Puskesmas menyatakan tak sanggup mengimunisasi lantaran kondisi kelainan kesehatan Galank.
Ia lalu dirujuk ke RSUD Wates namun juga mendapati hal yang sama dan dirujuk ke RSUP dr Sardjito.