Adib tentu saja tak habis pikir, banyak pelanggan yang sedemikian tega. Ia pun kebingungan menambal kerugian sebesar itu lantaran usaha ini dibangun di atas jerih payah anak-anak miskin desa.
Namun Adib memilih membuang jauh kekesalannya terhadap orang-orang itu. Meski tekor, usaha kuliner ini tidak boleh tutup.
Para kader masih menaruh harapan dari usaha itu untuk menutup biaya hidup dan pendidikan mereka.
Adib optimis, dari sekian banyak pengunjung yang datang menikmati menu promo, tidak semuanya kranjingan. Ada yang benar-benar serius ingin menjajal menu Sidat dan jadi palanggan loyal.
"Yang sudah cocok dengan menu Sidat di sini, pasti akan datang lagi untuk membeli dan jadi pelanggan loyal,"katanya
Keyakinan Adib terbukti. Meski sempat rugi di awal, usaha rumah makan kampung Sidat kini sudah mulai meraup untung.
Di hari biasa, 2 hingga 3 kilogram Sidat yang diolah jadi beragam menu ludes terjual di warung itu.
Pada hari Sabtu atau Minggu, 5 kilogram Sidat bisa habis dibeli pelanggan yang membludak di warung tersebut.
Kini, rumah makan itu jadi unit usaha andalan para kades Sekolah Desa Brilian.
Setiap hari, di luar jam sekolah, secara bergantian, mereka yang kebanyakan mengikuti program Paket C sibuk melayani pelanggan di warung yang menyatu dengan gubuk tinggal mereka.
Keuntungan dari usaha itu diputar untuk mengembangkan pendidikan anak-anak kader dari keluarga tak mampu yang datang dari berbagai daerah.
"23 kader di sini sudah bisa melanjutkan kuliah. Mereka dituntut tetap membimbing kader-kader yang lebih muda. Selain pengetahuan umum, di sini mereka dididik keterampilan dan wirausaha,"katanya. (*)