TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Dokter Dyan Agung Anggraini, bisa disebut 'dokter langka' pada zaman seperti sekarang ini.
Pasalnya, sang dokter tidak mematok harga kepada pasien yang datang padanya.
Bahkan, banyak pasiennya membayar dengan menggunakan hasil sayur mayur dari perkebunan mereka untuk konsultasi dan berobat.
Dia melakukan itu karena merasa ingin mengabdi kepada kemanusiaan.
Memang untuk modal balik pendidikannya sebagai seorang dokter tidak cukup, tetapi pengabdian kepada masyarakat itu sangat penting.
Bertempat di Desa Sumberpucung, Malang, wanita tiga bersaudara ini membuka prakteknya sejak tahun 2007.
Baca: Menelusuri Isu Jual Beli Mayat untuk Bahan Pratikum Mahasiswa di Semarang
Tempat praktek yang selalu ramai pasien selalu menjadi pemandangan setiap harinya.
Banyak pasien yang rela datang jauh-jauh ke tempat praktiknya.
Bahkan tak jarang dirinya memberikan pesangon kepada pasien yang tidak bisa pulang dari prakteknya.
Tidak perlu takut untuk pelayanan yang tidak memuaskan, alumni FK UWKS ini tidak pernah membeda-bedakan pasien hendak membayar berupa apa.
Sebagian hasil yang didapatkan seperti sayur mayur dibagikan kepada tetangga sekitar rumahnya.
Keteguhan hatinya sangat besar untuk membantu para pasien yang kurang mampu dalam bidang financial.
Tidak hanya masyarakat biasa saja yang berobat kesana melainkan penyandang difabel.
Mereka yang kembali berkat kesabaran dan ketelatenannya dalam memeriksa pasien.
Susahnya komunikasi bagi penyandang tuna rungu bukan merupakan masalah yang besar bagi dirinya.
Perawat di prakteknya pun juga sebagian seorang difabel.
Dengan menggunakan bahasa isyarat sederhana Alumni FK UWKS 1995 ini memberikan petunjuk kepada pasien tentang aturan minum obat hingga pasien tersebut mengerti.
Begitu lulus dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, dokter cantik ini langsung membuka praktek hingga sekarang sangat dicintai masyarakat.
Dokter umum satu ini memploklamirkan secara langsung untuk pasien HIV, TBC, penyakit jiwa tidak dipungut biaya sepeserpun.
Untuk ketiga penyakit tersebut wanita asli kota apel ini bekerjasama dengan puskesmas setempat untuk memberdayakan serta mengobati.
Bahkan dirinya merupakan penggiat perkumpulan HIV yang ada didaerahnya, dia mengumpulkan secara berkala Orang Dengan HIV/AIDS (ODA) untuk diberikan pencerahan.
“Awalnya mereka memang sering berobat di sini, lalu sering kumpul bareng juga disini akhirnya ya saya bentuk saja perkumpulan (HIV) ini. Karena sebagian besar dari mereka masih memiliki dendam ingin menularkan penyakit tersebut kepada orang lain,“ ungkap Dokter Dyan
Dirinya sangat menjaga sekali kontak dengan pasien HIV.
Ia selalu permisi dahulu sebelum memeriksa untuk memasang sarung tangan dan masker agar tidak tersinggung.
Terbukti, sekarang sedang melakukan pemberdayaan rehabilitasi HIV di daerahnya.
Dengan kisah tersebut pihak secara bangga pihak UWKS langsung mengunjungi kediamannya.
Bersama ketua yayasan wijaya kusuma, kepala humas UWKS, Kepala BPM UWKS serta beberapa alumni memberikan kenang-kenangan berupa penghargaan kepada dokter mulia ini.
“Kami bangga sekali atas kisah Dokter Dyan ini, Ternyata apa yang didik dari yayasan maupun univeristas telah merasuk kedalam jiwa mahasiswa maupun alumnusnya. Selain daripada itu, pengabdian kepada masyarakat itu sangat penting. Seperti contoh ia tidak mau mendaftar sebagai PNS, sangat susah untuk sekarang ini memiliki mindset seperti itu. Membantu tulus secara mulia dan tidak pandang bulu," ujar Drs. Soedijatmiko, MM selaku Ketua Yayasan Wijaya Kusuma. (*)