TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Calon kepala daerah yang menjadi tersangka tidak bisa diganti. Oleh karena itu, mereka tetap bisa mengikuti tahapan selanjutnya di sebuah pemilihan langsung.
Demikian ditegaskan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang, Zaenudin ketika dikonfirmasi Surya, Rabu (21/3/2018), menanggapi dijadikannya tersangka 2 calon wali Kota Malang, M Anton dan Yaqud Ananda Gudban.
Menurut Zaenudin, calon kepala daerah bisa diganti 29 hari sebelum pencoblosan.
"Itupun ada syarat-syarat tertentu yakni dinyatakan tidak memenuhi syarat kesehatan, berhalangan tetap, dan dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," ujar Zae.
Syarat berhalangan tetap itu meliputi meninggal dunia dan tidak mampu melaksanakan tugas secara permanen.
"Menjadi tersangka, kemudian ditahan itu tidak termasuk berhalangan tetap. Karenanya menjadi tersangka juga tidak bisa diganti oleh calon lain," tegasnya.
Zae menambahkan, terkait proses hukum yang dijalankan KPK, pihaknya tidak mengurusi hal itu. Meskipun ada proses hukum, tahapan Pilkada Kota Malang tetap berjalan.
"Tidak berpengaruh ke kami. Tahapan Pilkada tetap berjalan sesuai jadwal. Kami serahkan ke masyarakat juga untuk memilih."
"Kami harapkan partisipasi masyarakat tetap bagus karena target dari KPU tingkat partisipasi bisa mencapai 70 persen," imbuh Zae.
Tentang data diri Paslon yang diserahkan ke KPK, kata Zaenudin itu terjadi pada semua calon kepala daerah di seluruh Indonesia.
KPU menyerahkan data diri dan SK penetapan calon kepala daerah ke KPK karena berhubungan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.
Seperti diberitakan, KPK mengumumkan 19 orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembahasan Perubahan APBD Kota Malang 2015.
Ke-19 orang ini ketika tahun 2015 menjabat sebagai wali kota Malang dan anggota DPRD Kota Malang.
Dua di antaranya saat ini mencalonkan diri sebagai wali kota Malang di Pilkada 2018 yakni Yaqud Ananda Gudban dan M Anton.