TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Pemerintah Kabupaten Kulonprogo maupun PT Angkasa Pura I bersepakat ambil sikap tegas dalam upaya percepatan pembangunan bandara di Temon.
Termasuk untuk langkah pengosongan dan pembersihan lahan yang saat ini masih dihuni kelompok warga penolak pembangunan bandara tersebut.
Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo mengatakan proyek pembangunan itu memasuki babak baru setelah seluruh lahan yang tercakup Izin Penetapan Lokasi (IPL) sudah tuntas terakuisisi seluruhnya dan beralih kepemilikannya ke tangan AP I.
Termasuk, bidang-bidang tanah milik warga yang masih belum menyetujui program pembangunan tersebut.
Dengan semakin dekatnya target operasional bandara New Yogyakarrta International Airport (NYIA) itu pada April 2019 atau sekitar setahun lagi, upaya penuntasan urusan pembersihan lahan hingga penutupan Jalan Daendels jadi keniscayaan yang cepat atau lambat harus dilakukan.
"Kita harus sadar bahwa waktunya tinggal satu tahun. Cepat atau lambat, penutupan jalan dan pembersihan lahan harus dilakukan."
"Kalau jalan tidak ditutup, tentu membahayakan pengguna jalan. Ini bukan bentuk kekejaman tapi bagian dari ketegasan untuk keep on the track mengikuti legal formal batasannya. Ketegasan untuk tetap mengikuti aturan," kata Hasto, Kamis (29/3/2018).
Hasto menegaskan pihaknya berkomitmen untuk tegas berpegang teguh pada aturan yang ada dalam upaya pecepatan pengerjaan fisik bandara.
Apapun yang terjadi di lapangan, proses itu harus segera dituntaskan.
Namun begitu, ketegasan dimaksudnya tidak harus dalam bentuk emosional dan sarat ancaman maupun konflik fisik dan lainnya yang keluar dari aturan.
Pihaknya bersama AP I, forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) dan pihak kepolisian akan bahu membahu menyelesaikan semuanya dengan cara sebaik-baiknya.
Tak dipungkirinya kondisi saling berhadapan langsung antara kelompok warga penolak dengan pihak pengguna lahan berpotensi muncul.
Namun, kini tidak ada alasan untuk mundur langkah dan harus terus maju dengan bersikap tegas.
Dirinya bersama pihak terkait akan berusaha mengambil sikap tegas dengan risiko terkecil.
"Kalau ketemu posisi skak ster (berhadap-hadapan), pasti kita ambil keputusan berupa sikap tegas dengan resiko paling kecil. "
"Saya berharap dengan AP I dan kepolisian untuk duduk bersama dan lakukan perhitungan. Dari (pilihan langkah) yang pahit-pahit, dipilih yang kadar kepahitannya paling rendah," kata Hasto.
Hasto kembali mengutarakan niatnya untuk terus melakukan pendekatan kepada warga penolak dan bahkan akan menemui mereka.
Data yang dimilikinya, saat ini ada 17 rumah di Glagah dan 14 rumah di Palihan yang masih berdiri dan dihuni warga penolak bandara dari kelompok Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP).
Ia mengaku sudah menginstruksikan jajarannya untuk mengidentifikasi warga bersangkutan terkait sikap penolakan tersebut karena secara legal kepemilikan tanahnya sudah beralih ke negara.
Juga, mengidentifikasi lokasi rumah, alternatif relokasi, maupun kebutuhan dan kerepotan yang dihadapi warga bersangkutan.
"Kita menemui itu keharusan. Itu cara untuk pendekatan dan mengetahui kebutuhan warga seperti apa. Pemda harus bisa melayani kebutuhan yang sifatnya sosial sesuai kemampuan."
"Saya sebagai pamong harus meyakinkan warga bahwa rumahnya akan tergusur sekaligus memastikan dia pindahnya kemana, kebutuhannya apa saja, kerepotannya apa," kata Hasto.
Juru Bicara Pembangunan NYIA PT AP I, Agus Pandu Purnama mengatakan bahwa pihaknya mendukung langkah yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo.
Ia melihat Pemkab memiliki komitmen agar percepatan pembagnuann bandara terus dikawal.
Misalnya dalam pengalihan arus lalulintas di Jalan Daendels karena sebagian ruasnya harus ditutup lantaran masuk dalam cakupan IPL.
Hal ini disebutnya menjadi ketentuan Pemkab dalam memastikan keselamatan kerja di proyek tersebut serta keselamatan warga sekitar selama masa pembangunan konstruksi.
"Kami menunggu yang akan dilaksanakan (pemerintah daerah) ini tentunya kami sangat berharap karena dikejar waktu."
"Harapan kami, mereka (warga penolak) segera pindah saja tanpa ada menentang dan sebagainya sehingga kami tinggal melanjutkan pembangunan saja," kata Pandu.
Namun, Sejalan itu, pihaknya juga berupaya menempuh jalur legalitas untuk meneruskan pekerjaan berupa pengosongan dan pembersihan lahan.
Saat ini pihaknya masih menunggu surat perintah pengosongan bdiang tanah dari Pengadilan Negeri (PN) Wates sebagai landasan legal hukum.
Disebutkan, beberapa bidang lahan, terutama di areal airside (sisi duara), sebetulnya sudah tidak ada rumah warga lagi yang berdiri.
Namun, pihaknya belum berani melangkah lebih jauh sebelum ada surat perintah tersebut.
"Kalau itu (surat perintah pengosongan) sudah turun, kami bisa lebih lega karena secara legal bisa melakukan tindakan apapun di lapangan."
"Namun, tetap yang dinomorsatukan adalah seperti yang disampaikan Bupati," kata Pandu.
Dia menyebut, saat ini pekerjaan di lapangan masih berfokus pada pemadatan tanah area airside yang menurut pihak mitra kontraktor bisa dirampungkan dalam empat hari ke depan.
Sedangkan landside (sisi udara) masih dalam pembahasan leih lanjut.(*)