Sultan mengaku tak habis pikir kenapa sebagian warga terdampak itu tak juga bersedia segera pindah dari lahan tersebut.
Padahal, pemerintah memastikan bahwa warga tidak dirugikan dan tersedia rumah gratis bagi warga yang tidak bisa membangun rumah baru.
Selain ada rumah relokasi magersari, Pemkab Kulonprogo dan PT Angkasa Pura I dalam hal ini juga sudah menyewakan rumah untuk ditinggali warga tersebut secara cuma-cuma.
Sikap warga yang kukuh ingin tetap menempati rumah dan tanah tersebut menurut Sultan justru akan merepotkan mereka sendiri ke depannya.
Pasalnya, suara bising dan polusi jelas akan terjadi di sekitar lokasi bandara itu dan hal ini akan membuat kehidupan warga tidak nyaman jika tetap memaksa tinggal.
Hal serupa juga pernah terjadi pada proyek pembangunan flyover Jombor (Sleman) beberapa tahun silam di mana sebagian warga enggan melepas tanah karena persoalan harga jual.
Hingga pada akhirnya warga tersebut pun mengeluhkan ekonominya tidak berjalan serta gangguan polusi lalu kemudian baru melepas tanahnya.
"Kalau tetap di situ, pesawat naik turun dan bising suaranya. Secara fisik, kalau tidak pindah pasti ada problem dan tidak bisa bertahan dari bising suara pesawat dan polusi," jelas Sultan.
Keberadaan bandara international di Kulonprogo diyakininya bakal mendongrak pertumbuhan DIY maupun Kulonprogo secara khusus.
Dirinya lalu meminta Bupati Kulonprogo dan jajarannya hingga tingkat desa untuk saling bekerjasama mewujudkannya.
Sehingga, nantinya iklim investasi akan berkembang dan masyarakat semakin maju sejahtera.
"Di Kulonprogo sudah tidak bisa mundur lagi. Airport ini awal tumbuhnya Kulonprogo dan nanti investasi akan tumbuh, masyarakat maju dan sejahtera," kata Sultan.(TRIBUNJOGJA.COM)