“Yang Utara ini lebih berbahaya dari Selatan karena berjarak lebih dekat dari pemukiman penduduk dan lebih berpotensi bangkit kembali karena kedalaman yang dangkal dan berpotensi menyebabkan kerusakan yang luar biasa,” katanya.
Di sisi lain, arsitek Rumah Intaran, Gede Kresna mengatakan, rumah tradisional zaman dahulu lebih tahan gempa daripada rumah modern saat ini.
Ia mencontohkan rumah-rumah tradisional di Desa Sidatapa, Buleleng yang tahan gempa ketika terjadi gempa Seririt pada 1976 lalu.
Rumah tradisional di Sidatapa menurutnya memiliki balai di dalamnya.
“Konstruksinya tidak menancap ke dalam tanah, tetapi ada di atas tanah, begitu ada gerakan tanah, ikut bergerak atau bergeser, sehingga tidak mengakibatkan korban."
"Kalaupun ada tembok yang runtuh, orang Sidatap mengangkat bangunannya sedikit ke atas. Begitu ada gerakan di bawah, jatuhnya tembok akan keluar karena gravitasi,” terangnya. (*)
Berita ini pernah diterbitkan Tribun Bali sebelumnya pada 22 November 2015