TRIBUNNEWS.COM, MOROTAI - Daerah perbatasan merupakan kawasan yang paling ideal digunakan pelaku terorisme keluar masuk suatu negara secara ilegal.
Apalagi kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Kondisi itulah yang membuat pencegahan terorisme di kawasan perbatasan butuh pendekatan khusus.
“Daerah perbatasan memiliki ciri khas tersendiri karena menjadi perlintasan orang dan barang. DI sini harus ada pendekatan khusus, salah satunya adalah harus diperkuat pengamananya, baik itu oleh TNI maupun Polri. Apalagi rata-rata di kawasan perbatasan, petugas keamanannya minim," ungkap Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen. Pol. Ir. Hamli, ME saat menjadi narasumber pada Dialog Pelibatan Masyaraat dalam Pencegahan Terorisme di Daerah Perbatasan di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Selasa (7/8/2018).
Di daerah perbatasan seperti Morotai, lanjut Hamli, kelompok pelaku terorisme bisa melintas kapan saja untuk menyeberang ke negara tetangga. Sementara barang-barang yang berkaitan dengan terorisme juga bisa dengan mudah diseberangkan.
Hal itu pun diakui salah satu mantan kombatan Ali Fauzi Manzi, adik bomber bom Bali Amrozi, yang juga menjadi narasumber pada kegiatan tersebut.
"Ali Fauzi ini mantan kombatan di Mindanao. Kalau pulang dan pergi lewatnya di sini. Ia mengakui bahwa detonator yang digunakan bom Bali dibawa melintasi Morotai. Ini alasan kenapa di sini penting diadakan pencegahan terorisme. sekali lagi, kegiatan ini semata-mata untuk mencegah agar masyarakat tidak terpapar radikalisme dan terorisme," papar Hamli.
Pendekatan khusus lainnya yang juga penting dilakukan di daerah perbatasan adalah peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan informasi yang disampaikan Bupati Morotai, dibutuhkan sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah untuk pencegahan terorisme yang maksimal.
"BNPT akan berkoordinasi dengan lintas kementerian dan lembaga, akan kami sampaikan bahwa perekonomian dan kesejahteraan masyarakat harus diperhatikan," jelas Hamli.
Terkait program yang sudah dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai, yaitu memberikan honor kepada imam dan pendeta di 187 rumah ibadah, Hamli menyebutnya sebagai sebuah terobosan positif. Sebagai catatan, imam dan pendeta di Morotai setiap bulan diberikan honor sebesar Rp.1.200.000.
"Itu bentuk pendekatan khusus yang positif. Dengan memberikan honor pemerintah bisa mengontrol agar rumah ibadah tidak dijadikan lokasi penyebarluasan paham radikal terorisme," tutur Hamli.
Dialog Pelibatan Masyarakat dalam Pencegahan Terorisme di Daerah Perbatasan di Kabupaten Pulau Morotai juga dihadiri Bupati Pulau Morotai, Benny Laos dan Ketua FKPT Maluku Utara, Syamsudin A. Kadir. Sebanyak 150 peserta sangat antusias mengikuti kegiatan ini.