TRIBUNNEWS.COM, ACEH TENGAH-Anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil menjadi Inspektur Upacara HUT Kemerdekaan RI ke-73 sekaligus melalukan pengibaran Bendera Raksasa di Bukit Gantung Langit, Burni bius , Silih Nara, Aceh Tengah, Jumat (17/8/2018) kemarin.
"Tempat ini memiliki sejarah, ada nama besar Syafruddin Prawiranegara yang menjadikan tempat ini sebagai daerah perjuangan, melawan takluk terhadap Belanda. Disini, kita sama-sama menyambung emosi kita dengan seluruh rakyat Indonesia, pada 17 Agustus kita merayakan ultah kemerdekaan ke- 73," ujar Nasir Jamil.
Hadir dalam acara itu, Anggota Pembela Tanah Air (PETA), sejumlah kepala desa dan anak-anak muda yang berada di sekitar Bukit Langit. Kemerdekaan Republik Indonesia, kata Nasir, bukanlah pemberian ataupun hadiah Belanda dan Jepang. Akan tetapi perjuangan segala lapisan, golongan, semua agama di Indonesia.
"Dikalangan umat Islam, para ulama dan pesantren juga menyerukan semangat nasionalisme untuk membebaskan diri dari penjajahan Belanda dan Jepang," kata Nasir.
Rakyat Indonesia, politisi muda ini kembali mengingatkan, tidak boleh melupakan apa yang telah dilakukan pendiri bangsa ini yang memiliki cita-cita besar untuk memerdekakan bangsa ini.
"Sebagai sebuah bangsa, kita harus memiliki sidik jari keindonesiaan. Kalau kita sebagai bangsa Indonesia, sidik jari jari kita sidik jari keindonesiaan, hati kita hati Indonesia, pikiran kita pikiran Indonesia," ucapnya.
Nasir berharap anak muda, para kaum milenial untuk terus memupuk rasa nasionalisme. Nasionalisme yang yang luas bukan nasionalisme yang sempit. Nasionalisme yang subtantif disamping nasionalisme simbolik.
"Kita harus menggabungkan nasionalisme subtantif dan simbolik, kita tidak mau kemudian nasionalisme kita sombolik saja sehingga kemudian bendera merah putih kita kibarkan tapi kemudian kita membiarkan sumber daya alam kita dikuras oleh asing," ia mengingatkan.
"Kita membiarkan sektor -sektor ekonomi perbankan dan industri kita dikuasai asing, kita membiarkan keputusan-keputusan penting didikte oleh asing," tegasnya.
Nasionalisme yang dibangun, lanjutnya adalah nasionalisme yang simbolik dan juga nasionalisme subtantif. Dengan harapan, Indonesia yang makmur dan sejahtera segera terwujud.
Burni Bius merupakan tempat persembunyian Syafruddin Prawiranegara dari kejaran Belanda. Dari tempat itu, Syafruddin terus menyuarakan Indonesia merdeka dan tak pernah takluk pada Belanda dengan alat.
Di tempat yang tak jauh dari Burni Bius yaitu daerah Jamur Barat, Syafruddin membuat bunker untuk menghindari serangan udara Belanda. Dan hingga saat ini, bunker tersebut masih ada.
Syafruddin berperan penting saat Indonesia dimasa darurat. Pada tanggal 19 Desember 1948, Soekarno-Hatta ditangkap Belanda.Hasil musyawarah sejumlah tokoh pimpinan republik di Sumatera Barat saat itu, akhirnya Syarifuddin diangkat sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).