Beruntung, Agus selamat dari reruntuhan bangunan karena berlindung di bawah atap berkonstruksi beton.
”Karena saya tahu di atap masjid itu ada yang dicor atapnya. Jadi saya berlindung di sudut ruangan itu,” jelasnya lagi.
Setelah gempa reda, Agus berniat keluar dari ruangan itu. Namun, ia terjebak di dalam karena pintu tertimpa material reuntuhan bangunan.
”Karena takut ada gempa susulan, saya akhirnya merusak plafon masjid. Karena ada celah untuk keluar,” tambah Agus.
Setelah berhasil keluar dari masjid, Agus hendak kembali ke asrama haji untuk melihat kondisi rekan-rekannya.
Belum sampai di tempat tujuan, Agus mendengar suara orang minta tolong.
Setelah mencari asal suara, Agus menemukan seorang pria dalam kondisi terluka parah.
”Rupanya muazin (juru azan) yang azan untuk Masjid Agunģ. Akhirnya bisa kita selamatkan,” ujar Agus.
Sayangnya, kata Agus, muazin tersebut mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 23.00 karena tidak ada tenaga medis yang menanganinya.
”Setelah itu, saya lari ke proyek. Alhamdulillah, rekan kerja udah pada keluar semua dan selamat,” lanjut Agus.
Tak lama kemudian, datang gempa susulan. Saat itulah Agus mendapatkan informasi gempa tersebut disertai tsunami.
Agus dan rekan-rekannya berlari menjauhi pantai. Mereka pun selamat.
Saat ini, kata Agus, kondisi di Palu dan sekitarnya masih mencekam.
Ketiadaan listrik, sarana komunikasi, air bersih, makanan, dan lainnya membuat warga korban gempa hidup dalam keterbatasan.