TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kekuatan kelompok Ali Kalora, hingga pasukan elite TNI AD Kopassus & Raider perlu memburunya di Pegunungan Poso, diungkap Peneliti The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya.
Menurut informasi, kelompok Ali Kalora hanya terdiri dari 10 orang, namun mereka memiliki militansi dan daya survival tinggi.
Mereka mampu bertahan hidup di hutan dengan berburu ditambah sokongan logistik dari para simpatisan yang bermukim di bawah pegunungan Poso.
Harits menjelaskan, mutilasi RB (34), warga Desa Salubanga, Parimo, Sulawesi Tengah, pada 28 Desember 2018, kemudian disusul penembakan atas dua anggota kepolisian pada 31 Desember 2018 lalu, memberikan pesan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) masih eksis.
Baca: Pengamat: Peserta Pemilu Jangan Telan Mentah-mentah Informasi yang Beredar
Baca: Kisah Polisi Nyambi, Siang Jualan Bakso Malam Dagang sekoteng
Tak menyoal pimpinan terdahulunya Santoso tewas, kemudian penerusnya Basri juga tertangkap, kelompok yang kini dipimpin eks anak buah Santoso, Ali Kalora, itu masih bisa leluasa bergerilya di pegunungan tropis Poso.
Belum diketahui pasti dari mana sumber persenjataan mereka.
Harits Abu Ulya menilai, penanganan Ali Kalora dkk oleh aparat keamanan Indonesia terkesan berlarut-larut.
Seharusnya, aparat keamanan langsung sigap menuntaskan riak sekecil apa pun yang ditimbulkan Ali cs.
"Usulan saya, kalau memang mau ingin cepat tuntas dengan pendekatan keamanan yang kini jadi pilihan dominan, maka seharusnya kirim saja pasukan TNI dari unit Raider atau Kopassus untuk memburu Ali Kalora dan kawan-kawannya, selesai," ujar Harits dilansir Surya.co.id dari Kompas.com , Kamis (3/1/2019).
Bahkan, semestinya setelah sukses melumpuhkan Santoso dan Basri, Operasi Tinombala tidak dihentikan hingga seluruh generasi penerusnya ditangkap habis.
Harits melanjutkan, Ali Kalora cs memang sudah lama bergerilya di pegunungan Poso.
Mereka pun hampir pasti menguasai medan di sana.
Namun, melihat pola serangan Ali Kalora yang hit and run, dapat dipastikan ketersediaan amunisi mereka tidak terlalu banyak.
Harits mengatakan, ini dapat menjadi celah bagi aparat keamanan untuk terus memukul mundur dan memaksa mereka menyerah.