TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Virus Leptospirosis mulai menyerang wilayah DIY. Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman telah mengeluarkan imbauan agar warganya waspada terhadap penyakit ini.
Selain itu kewaspadaan juga terhadap bahaya Demam Berdarah Dengue (DBD).
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis).
Untuk kasus Leptospirosis selama puncak musim penghujan ini, di Bantul bahkan sudah mulai ada yang terserang.
Warga Sindet, Wukirsari, Imogiri, Samadi (53), hingga Kamis (17/1/2019), bahkan masih terbaring di RSUD Panembahan Senopati, didiagnosa karena virus leptospirosis.
Meski demikian, kondisi terakhir dikabarkan oleh anaknya, Samadi mulai membaik.
Baca: Pesan Ahok Terkait Pilpres 2019 untuk Ahokers, Imbau Tak Golput hingga Singgung 4 Pilar Bernegara
Anaknya tersebut, Wajilanto, mengaku lega ayahnya yang terdiagnosa leptospirosis dapat segera ditangani.
Pasalnya, kata Wajilanto, semula gejala yang dirasakan ayahnya yakni Samadi, kian hari kian memburuk.
Sebelum akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati, Wajilanto mengaku ayahnya yang menderita demam tinggi selama sehari langsung diperiksakan ke dokter.
"Satu hari panas sama pusing, dibawa ke dokter periksa, tapi nggak berkurang. Terus hari kedua dibawa ke klinik disuruh opname," jelasnya.
Kondisi ayahnya yang berusia 53 tahun tersebut kian menurun.
"Dipantau trombosit turun, nggak ada perkembangan. Lalu saya minta pindah ke rumah sakit," ujarnya saat dihubungi Tribun Jogja, Kamis (17/1/2019) sore.
Baca: Pemulung Temukan Tengkorak Diduga Kepala Manusia di Tumpukan Sampah
Ia pun akhirnya membawa sang ayah dirawat di RSUD Panembahan Senopati.
Menurut Wajilanto, ayahnya positif terkena leptospirosis.
"Iya sudah diperiksa kena leptospirosis. Dokter menyatakan kondisi bapak sudah buruk karena normal 190 tapi sudah mencapai 5 ribu sekian untuk virusnya," urainya.
Namun Wajilanto lega, kondisi ayahnya berangsur membaik.
"Alhamdulillah ada perkembangan membaik. Ini sudah empat hari dirawat inap," tuturnya.
Selain di Bantul, di wilayah lain di DIY sejauh ini memang belum ditemukan kasus serupa.
Hidup Sehat
Namun Pemerintah Kabupaten Sleman mengimbau agar masyarakat terus meningkatkan perilaku hidup sehat.
Salah satunya dengan menjaga kebersihan lingkunganya agar tidak terserang leptospirosis.
Kabid Penanggulangan Penyakit, Dinkes Sleman Novita Krisnaeni memaparkan di tahun 2018 kemarin tercatat 32 kasus leptospirosis di wilayah Sleman dengan korban meninggal sejumlah tiga orang.
"Perlu dilakukan pencegahan yakni dengan perliku hidup sehat, kebersihan rumah harus terjaga terutama sarang tikus," ujarnya.
Selain itu, di masyarakat pedesaan juga perlu diwaspadai leptospirosis yang menyerang petani.
Pasalnya tikus sawah juga bisa menyebarkan bakteri yang membahayakan nyawa manusia ini.
"Para petani diimbau menggunakan pelindung diri, misal petani ke sawah memakai sepatu bots," terangnya.
Baca: Marliah Suruh Syafrizal Bunuh Sang Suami Agar Dia dan Selingkuhannya Itu Bisa Menikah
16 Orang Meninggal
Adapun data DIY menyebutkan sepanjang 2018 lalu ada 16 orang meninggal dunia karena leptospiroris.
Untuk itu Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menghimbau warga untuk menjaga pola hidup bersih dan sehat agar tetap terhindar dari penyakit ini.
Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembayun Setyaningastutie menjelaskan, kematian akibat penyakit leptospirosis ini terjadi pada tahun 2018.
Sementara, untuk tahun 2019 belum ada laporan data masuk mengenai penyakit tersebut.
"Pada tahun 2018 dilaporkan ada 186 kasus," jelasnya kepada Tribun Jogja, Kamis (17/1/2019).
Adapun untuk wilayah yang paling rawan penyebaran penyakit ini adalah Bantul dengan angka kasus mencapai 87, Sleman dengan angka kasus mencapai 33, Kulonprogo dengan angka kasus mencapai 26, Kota Yogyakarta dengan angka kasus mencapai 24, dan Gunungkidul dengan angka kasus mencapai 16.
"Paling rawan dan banyak penderitanya adalah daerah Bantul dan paling rendah di kawasan Gunungkidul," jelasnya.
Di 2019 ini, untuk wilayah Kota Yogyakarta juga belum ditemukan kasus leptospirosis.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu mengatakan pada pertengahan Januari 2019, belum ada laporan mengenai kasus leptospirosis di Kota Yogyakarta.
"Belum ada laporan lagi. Sekarang ada mondok, diduga lepto, belum keluar hasilnya masih di Sardjito. Tapi karena belum ada kepastian, jadi belum ada (kasus lepto)," kata dia kepada Tribun Jogja, Kamis (17/1/2019).
Ia menuturkan, diagnosa untuk mengetahui seseorang terjangkit leptospirosis atau tidak membutuhkan waktu yang tak sebentar.
Terlebih ketika yang bersangkutan telah mengonsumsi antibiotik, diagnosa leptospirosis bisa menjadi negatif.
"Tes lepto bisa negatif karena sudah diberikan antibiotik," ucapnya.
Ia menyebutkan, pada tahun 2018 lalu terdapat 13 kasus leptospirosis.
Dari kasus tersebut, 3 di antaranya meninggal dunia.
"Jadi yang menyebabkan meninggal bukan hanya terlambat ke rumah sakit. Tapi juga banyak faktor. Misalkan ada penyakit lain, daya tahan tubuh yang menurun, dan sebagainya," bebernya.
Kencing Tikus
Ia pun mewanti-wanti warga yang merasa beraktivitas dan terpapar kencing tikus untuk mewaspadai gejala leptospirosis.
Orang yang rentan terkena kecing tikus tersebut biasanya mereka yang beraktivitas di sawah maupun bersinggungan langsung dengan sampah.
"Dulu itu salah satu warganya menganggap cuma masuk angin biasa, padahal terserang leptospirosis. Makanya ketika sudah merasakan demam, mual, dan tidak enak badan, lebih baik langsung ke puskesmas terdekat," tandasnya.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman mengimbau warganya agar waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis selama puncak musim penghujan ini.
Surat Edaran
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sleman Novita Krisnaini menerangkan imbauan tersebut akan dilakukan dalam bentuk surat edaran.
"Ini tinggal menunggu tanda tangan Kepala Dinas, baru nanti resmi kita edarkan," jelas Novita ditemui di ruangannya, Kamis (17/01/2019).
Novita menyatakan, surat edaran tersebut akan disebar ke sejumlah fasilitas kesehatan seperti Puskesmas di seluruh wilayah Sleman.
Berdasarkan contoh yang ditunjukkan oleh Novita, surat edaran tersebut berisi 11 poin.
Poin-poin tersebut memaparkan langkah-langkah antisipasi yang bisa dilakukan oleh warga untuk mencegah terjadinya DBD dan Leptospirosis.
Warga juga diminta untuk segera melapor apabila ada keluarga atau orang di lingkungannya yang diduga terjangkit salah satu penyakit tersebut.
"Kita juga akan meningkatkan aktivitas fogging di tiap kecamatan," kata Novita.
Terkait Surat Edaran, Novita menyatakan kebijakan tersebut memang dilakukan setiap tahunnya, terutama saat puncak musim penghujan.
Sebab pada musim tersebut, potensi terjadinya wabah DBD dan Leptospirosis termasuk tinggi.
"Namun kita juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap penyakit lain, seperti ISPA dan diare," katanya. (amg/nto/ais/kur)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Virus Leptospirosis Menyerang DIY, Berikut Penuturan Keluarga Pasien Leptospirosis dari Bantul