TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Sebuah gubuk nyaris terselip di antara keramaian lalu lintas jalan raya menuju kawasan wisata Bukit Padang dan Pantai Air Manis.
Letaknya di belakang pagar pembatas pedestrian Jalan Kampung Batu, di tepian Batang Arau, Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat.
Gubuk berdinding triplek bekas dan beratap seng serta terpal itu didirikan di sebidang mungil tanah bantaran kali.
Ukuran gubuk itu sangat kecil, kira-kira panjang 1,5 meter, lebar sekitar satu meter.
Di dalam gubuk inilah tergolek Suryanah, perempuan renta yang rambutnya memutih.
Sore itu, Sabtu (16/2/2019), pintu gubuk terbuka, dan Suryanah tampak tiduran.
Sesekali tubuh ringkihnya bergerak.
Botol minuman tergeletak di tepi bantalnya.
Hari masih terang, tapi lampu minyak di luar pintu gubuk tampak menyala.
Suryanah bergumam tidak jelas saat TribunPadang.com menyapanya.
Menurut Jon Sonir, Ketua RT 2 RW 3 Kampung Seberang Penggalangan, sudah dua tahun Suryanah tiap hari tinggal di gubuk itu.
"Awalnya dulu di tepi jalan ini, tapi ada proyek trotoar ini, sehingga digeser ke belakang pagar ini," kata Jon Sonir kepada TribunPadang.com dan Tribunnews.com.
"Tiap hari dia dibawa ke sini oleh anak bungsu yang merawatnya. Mereka sebenarnya tinggal di rumah petak kontrakan di sana," lanjut Jon Sonir menunjuk arah perkampungan.
Anak bungsu Suryanah, biasa hanya dipanggil Bang Ben, memang yang sehari-hari merawat ibu kandungnya itu.
Mulai memandikan tiap pagi dan sore, menyiapkan makan, membopongnya dari rumah kontrakan, lalu membawanya ke gubuk di tepi Batang Arau.
Sesudah itu Bang Ben meninggalkannya untuk bekerja serabutan di kapal-kapal yang sandar di tepi sungai besar, bekas bandar kuno ramai Kota Padang di masa lalu.
"Kadang bersihin kapal, nurunin ikan hasil melaut, atau kerja apa saja yang penting menghasilkan," jelas Jon Sonir yang mengaku tahu persis keseharian Suryanah dan anak bungsunya.
Baca: Cekcok Suami Istri Berujung Tewasnya Sri Dewi dan Bayi dalam Gendongannya
"Hasilnya yang kadang tidak seberapa, mungkin hanya bisa buat hidup sehari-hari saja," imbuhnya.
Selain tergantung pada anaknya, warga sekitar dan orang yang lewat depan gubuknya kerap peduli pada Suryanah.
Kadang ada yang memberi makanan, beras, uang, atau apa saja sebagai ungkapan simpati.
Bang Ben sore itu muncul ketika TribunPadang.com sedang mengobrol bersama Jon Sonir dan sejumlah warga lain yang berdatangan.
Tak banyak kata-kata, Bang Ben sigap menghampiri gubuk ibunya, memberitahu sudah waktunya pulang.
Ia mengemasi barang-barang di gubuk, membuka plastik yang menutupi kursi roda di depan gubuk.
"Kita akan pulang Mak," kata Bang Ben yang berasal dari Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar.
Suryanah bergumam tidak jelas.
Sembari berkemas-kemas, Bang Ben mengatakan ibunya sudah beberapa waktu tidak bisa bergerak.
"Jatuh di perjalanan dari Jakarta sewaktu pulang ke Padang," kata Bang Ben yang mengaku pernah di Jakarta, jadi sopir mikrolet M11 trayek Tanah Abang-Kebon Jeruk.
"Lama saya Bang di Jakarta. Saya akhirnya tak balik ketika ibu saya akhirnya lumpuh setelah jatuh itu," lanjut Bang Ben.
Ia akhirnya hidup dan sepenuh waktu merawat ibunya di Kampung Baru, Seberang Penggalangan, Kota Padang, sembari bekerja apa saja asal untuk bertahan hidup.
Bang Ben sebenarnya memiliki sejumlah saudara, namun menurut Jon Sonir, semua secara ekonomi hidup dalam keterbatasan.
"Dia (Bang Ben) tidak berkeluarga, dan sepenuhnya merawat ibunya sembari kerja serabutan itu di sekitar sini," imbuh Jon Sonir.
Sore itu, Bang Ben bergegas mendorong kursi roda, membawa ibu kandungnya pulang ke rumah kontrakan.
Mendung gelap menaungi langit Kota Padang.
Gerimis berjatuhan. (TribunPadang.com/KrisnaSumargo)
Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Nenek Ini Hidup di Gubuk Mungil Tepi Batang Arau Kota Padang. Bang Ben Merawatnya Penuh Kasih Sayang