S: Lantas, apa dampaknya?
IY: Dengan penuhnya waktu hakim menyidangkan banyak perkara dalam satu hari, saya ingin bertanya kapan hakim ada waktu untuk membaca dakwaan dan tuntutan JPU, keterangan saksi-saksi, bantahan terdakwa, dan pleidoi yang disampaikan pihak terdakwa yang jumlahnya ribuan halaman?
S: Tapi kan ada panitera yang membantu?
IY: Ya, di belakang hakim memang ada panitera, tukang catat. Di kantor ada tukang ketik.
Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa vonis yang dijatuhkan atas terdakwa dibuat oleh panitera.
Panitera menerima order dari hakim tentang hukuman yang dijatuhkan.
Maka, tidak heran jika keputusan hakim adakah copy paste dari surat dakwaan JPU dan surat dakwaan JPU adalah copy paste BAP dari penyidik.
Fakta persidangan sama sekali tidak digubris JPU dalam membuat tuntutan maupun oleh majelis hakim dalam membuat putusan.
Padahal, ini menyangkut kehidupan manusia yang berada di bawah kekuasaannya.
Inilah ciri perkara orderan.
Saya memohon kepada Allah agar menempatkan JPU dan hakim yang mengadili suatu perkara dengan benar dalam surga jannatun na’im serta memasukkan JPU dan hakim yang menzalimi pencari keadilan ke dalam neraka jahim. Kekal dia di sana.
S: Pada sidang pamungkas itu juga disebutkan oleh hakim bahwa Fenny Steffy Burase itu istri Anda. Apa tanggapan Anda?
IY: Kalau hukum nasional kita menganut hukum positif, seharusnya hakim tidak perlu menyebut perkara itu dalam surat keputusan karena hal ini sama saja menciptakan yurisprudensi baru yang dengan yurisprudensi itu masyarakat tak perlu lagi mendaftarkan pernikahannya pada instansi negara.
Contohnya sudah ada, nikah syar’i (sah di hadapan Allah) sama diakui dengan resmi menurut negara.
Saya bersyukur juga pernikahan sudah diakui secara tersirat dan tersurat oleh pengadilan.