Destructive fishing ini selain mengancam keberadaan ikan di alam, juga mengancam keberlanjutan terumbu karang.
Menteri Susi menyebutkan, pemulihan terumbu karang yang rusak akibat destructive fishing ini membutuhkan waktu yang sangat panjang.
"Recovery coral (pemulihan terumbu karang) ini tidak mudah karena satu tahun coral itu hanya tumbuh paling kalau daerahnya subur airnya bagus 5 cm pun tidak. Rata-rata 1,5 - 2,5 cm saja. Dan coral pun akan terganggu karena cuaca. Jadi sebetulnya kalau kita merusak lagi, ya akan habis," ujar Menteri Susi mengingatkan.
Padahal, keberadaan terumbu karang ini sangat penting bagi ekosistem laut. Di terumbu karanglah ikan bertelur, beranak-pianak, dan berkembang biak.
Baca: Ketika Irwandi Yusuf Bicara Soal Pernikahannya dengan Fenny Steffy Burase
"Ikan sama dengan kita, mereka tidak mau pacaran di gelombang tinggi besar. Mereka akan cari tempat teduh untuk beranak pinak. Mereka juga seperti ibu yang melepas anaknya dengan kasih sayang dengan pengetahuan bahwa anaknya di situ akan aman. Tidak mungkin dia akan memijah di gelombang besar di EEZ (Exclusive Economic Zone) ujung atau di high seas (laut lepas)," kata Menteri Susi.
Selain itu, Menteri Susi mengajak masyarakat untuk mensyukuri kedaulatan Indonesia atas seluruh perairan di antara pulau-pulau Indonesia.
Menurutnya, hal ini bisa diperoleh berkat Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 yang dicetuskan Ir H.Djuanda Kartawidjaja yang merupakan Perdana Menteri Indonesia pada saat itu.
Sebelumnya, pulau-pulau di Indonesia dibatasi oleh laut internasional.
"Sebelum ada Djuanda, di antara Sulawesi, Selayar dengan Jawa, ada laut internasional. Sekarang karena kurang dari 200 nautical miles, semuanya ya lautan Indonesia, EEZ kita. EEZ kita diakui akhirnya oleh dunia, tahun 1982 UNCLOS mengakui," ujar Menteri Susi.
"Coastal fisheries (perikanan pantai dengan usaha penangkapan ikan yang dilakukan di wilayah pantai dan sekitarnya), itulah yang harus dicanangkan pembangunannya oleh pemerintah, rakyat, dan semua komponen bangsa," cerita Menteri Susi.
Oleh karena Indonesia merupakan negara coastal fisheries, maka Menteri Susi berpendapat, tidak benar anggapan bahwa Indonesia harus memperbanyak armada-armada besar untuk ocean going fishing.
"Indonesia bukan ocean going fishing, Indonesia adalah coastal fisheries," tegasnya.
Menteri Susi juga menambahkan, KKP membuat aturan pembatasan kapal penangkap ikan berukuran maksimum 150 GT dan kapal penangkut maksimum 200 GT.
Hal ini untuk mencegah agar ikan hasil tangkapan tidak langsung dibawa dan dijual ke luar negeri secara ilegal.