News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menteri Susi Support Pengelolaan yang Berpihak kepada Nelayan Kecil, Jangan Lagi Ada Bom Ikan

Penulis: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama pihak terkait menyampaikan pemaparan terkait penangkapan empat kapal perikanan Vietnam pelaku Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di Laut Natuna Utara oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada konferensi pers di Hotel Preanger, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Senin (25/2/2019). Atas penangkapan yang dilakukan pada 19 Februari 2019 itu, Menteri Kelautan dan Perikanan selaku Komandan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) menyampaikan protes keras terhadap tindakan Vietnam Fisheries Resources Surveillance KN-241 dan meminta pemerintah Vietnam melalui koridor diplomatik resmi memberikan penjelasan serta pernyataan maaf atas insiden yang terjadi, serta meminta agar keempat kapal yang sebelumnya telah ditangkap oleh KP Hiu Macan 01 diserahkan kepada pemerintah Indonesia untuk dapat diproses secara hukum. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Destructive fishing ini selain mengancam keberadaan ikan di alam, juga mengancam keberlanjutan terumbu karang.

Menteri Susi menyebutkan, pemulihan terumbu karang yang rusak akibat destructive fishing ini membutuhkan waktu yang sangat panjang.

"Recovery coral (pemulihan terumbu karang) ini tidak mudah karena satu tahun coral itu hanya tumbuh paling kalau daerahnya subur airnya bagus 5 cm pun tidak. Rata-rata 1,5 - 2,5 cm saja. Dan coral pun akan terganggu karena cuaca. Jadi sebetulnya kalau kita merusak lagi, ya akan habis," ujar Menteri Susi mengingatkan.

Padahal, keberadaan terumbu karang ini sangat penting bagi ekosistem laut. Di terumbu karanglah ikan bertelur, beranak-pianak, dan berkembang biak.

Baca: Ketika Irwandi Yusuf Bicara Soal Pernikahannya dengan Fenny Steffy Burase

"Ikan sama dengan kita, mereka tidak mau pacaran di gelombang tinggi besar. Mereka akan cari tempat teduh untuk beranak pinak. Mereka juga seperti ibu yang melepas anaknya dengan kasih sayang dengan pengetahuan bahwa anaknya di situ akan aman. Tidak mungkin dia akan memijah di gelombang besar di EEZ (Exclusive Economic Zone) ujung atau di high seas (laut lepas)," kata Menteri Susi.

Selain itu, Menteri Susi mengajak masyarakat untuk mensyukuri kedaulatan Indonesia atas seluruh perairan di antara pulau-pulau Indonesia.

Menurutnya, hal ini bisa diperoleh berkat Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 yang dicetuskan Ir H.Djuanda Kartawidjaja yang merupakan Perdana Menteri Indonesia pada saat itu.

Sebelumnya, pulau-pulau di Indonesia dibatasi oleh laut internasional.

"Sebelum ada Djuanda, di antara Sulawesi, Selayar dengan Jawa, ada laut internasional. Sekarang karena kurang dari 200 nautical miles, semuanya ya lautan Indonesia, EEZ kita. EEZ kita diakui akhirnya oleh dunia, tahun 1982 UNCLOS mengakui," ujar Menteri Susi.

"Coastal fisheries (perikanan pantai dengan usaha penangkapan ikan yang dilakukan di wilayah pantai dan sekitarnya), itulah yang harus dicanangkan pembangunannya oleh pemerintah, rakyat, dan semua komponen bangsa," cerita Menteri Susi.

Menteri Susi saat main paddling di Banyuwangi Underwater Festival. (TRIBUNJATIM.COM)

Oleh karena Indonesia merupakan negara coastal fisheries, maka Menteri Susi berpendapat, tidak benar anggapan bahwa Indonesia harus memperbanyak armada-armada besar untuk ocean going fishing.

"Indonesia bukan ocean going fishing, Indonesia adalah coastal fisheries," tegasnya.

Menteri Susi juga menambahkan, KKP membuat aturan pembatasan kapal penangkap ikan berukuran maksimum 150 GT dan kapal penangkut maksimum 200 GT.

Hal ini untuk mencegah agar ikan hasil tangkapan tidak langsung dibawa dan dijual ke luar negeri secara ilegal.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini