Di bawah pimpinan Letnan Poniman Dasuki, Pratu Suparlan dan anggota lainnya berpatroli di garis rawan musuh, yakni di pedalaman hutan bumi Lorosae.
Lokasi tersebut dikenal sebagai tempat bermukimnya para pengacau alias pemberontak bengis, yang dijuluki Fretilin si 'krebo hutan'.
Baca: Detik-detik Kopassus Bebaskan Kapal Sinar Kudus di Somalia, SBY Sampai Sebut Taruhannya Besar
Seperti membangunkan macan yang tertidur, satu unit anggota Kopassus ini pun dicegat oleh gerombolan pengacau.
300 orang Fretilin membawa senjata, disertai senapan serbu, dan pelontar granat.
Maka terjadilah pertempuran sengit antara Kopassus dengan Fretilin.
Jumlah anggota Kopassus yang kalah banyak dari para pengacau itu, membuat mereka kerepotan.
Ditambah lagi, cuaca ekstrem melanda di tengah sengitnya baku tembak.
Dihujani dengan tembakan yang membabibuta, semakin membuat anggota Kopassus semakin terdesak.
Parahnya lagi, mereka sudah terjepit karena di belakangnya terdapat jurang curam.
Sebanyak tujuh anggota Kopassus pun berguguran terkena serangan.
Terpaksa Letnan Poniman pun memberi perintah untuk mundur.
Melihat kondisi medannya, mereka hanya memiliki satu jalan keluar, yakni melalui celah bukit yang ada di sekitar mereka.
Baca: Kopassus Masuk MURI setelah Kibarkan Bendera Merah Putih Raksasa di Udara
Sayangnya, kepungan Fretilin yang terus mendesak itu dinilai tak memungkinkan untuk pelarian mereka.
Akhirnya, Pratu Suparlan pun turun tangan.