Lalu, mendesak Panglima TNI dan Kapolri untuk memerintahkan jajarannya untuk tidak terlibat dalam pengamanan aktivitas TPL dan intimidasi warga.
Manajemen TPL: Kami Tunduk Pada Regulasi
Direktur PT TPL, Mulia Nauli maupun Corpcom PT TPL Norma Hutajulu, tidak banyak berkomentar ketika dikonfirmasi.
"Terima kasih infonya. Mohon info, kejadiannya,"kata Norma Hutajulu sembari melewatkan poin-poin pertanyaan yang diajukan.
Norma mengatakan, pihak PT TPL akan mencek secara internal.
"Maaf. Baik, minta waktu untuk cek internal,"jelasnya.
Norma menyebut PT TPL berkomitmen mengedepankan dialog damai bersama masyarakat, juga pemerintah terkait, dan tunduk penuh pada regulasi yang ada dalam penyelesaian setiap konflik.
Untuk Sihaporas, katanya proses dialog telah dilakukan dengan beberapa hasil pelaksanaan dukungan TPL atas permintaan masyarakat.
"Zona lindung, pipa pengairan, jalur pertanian, program Pemberdayaan Masyarakat,"tuturnya.
Pada berjalannya proses, disebutnya ada perubahan sikap masyarakat dengan penanaman lahan. PT TPL sendiri pemegang ijin konsesi dari negara katanya mempunyai kewajiban-keeajiban di lahan konsesi, salah satunya untuk menanam kembali lahan konsesi yg telah dipanen.
"Untuk ini, TPL melakukan pelaporan kondisi areal dan uuntuk alasan keamanan, dilayangkanlah surat," sebutnya menjelaskan kehadiran pengawalan TNI/Polri mendampingi mereka.
Menyikapi pernyataan manajemen PT TPL, Tribun kembali mengkonfirmasi warga Sihaporas. Ketua Lamtoras Judin Ambarita (Ompu Sampe) dan Wakil Ketua Lamtoras Mangitua Ambarita (Ompu Morris) membantah keras pernyataan Norma, Copcorn PT TPL, Norma Hutajulu yang dianggap tidak sesuai kenyataan di lapangan.
Ompu Morris menjelaskan, Masyarakat adat Sihaporas, sudah mendiami wilayah aejak tahun 1800-an, sejak generasi pertama, Ompu Mamontang Laut. Warga bukan pendatang baru, melainkan sejak sudah lebih dari 300 tahun.
"Dan tanah warga ini diakui bahkan oleh penjajah Belanda, terbukti adanya peta inclave Sihaporas yang terbit tahun 1906," jelasnya.