TRIBUNNEWS.COM, REMBANG - Beralasan malu rumahnya dipasangi label "Keluarga Miskin", 163 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mengundurkan diri dari program bantuan sosial tersebut.
"Kebanyakan mengaku malu jika kami labeli sebagai penduduk miskin. Rumahnya sudah bagus-bagus, sudah mampu. Sehingga malu kalau dinyatakan miskin," ujar Koordinator Pendamping PKH Kecamatan Pamotan Retnowati yang dihubungi Tribunjateng.com, Kamis (30/5/2019) malam.
Eno, panggilan akrabnya, mengatakan, pihaknya sebelumnya melakukan sosialisasi mengenai wacana penyemprotan label "Keluarga Miskin" di dinding depan rumah penerima bantuan PKH.
Selengkapnya berbunyi "Keluarga Miskin Penerima Bantuan PKH (Permensos No. 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga Harapan).
"Setelah proses labelisasi kami jalankan pada 18-26 Mei 2019, 163 penerima manfaat menyatakan mundur. Jadi dari total 2.835 penerima manfaat di Pamotan, karena 163 menyatakan mundur, hanya 2.672 yang diberi label 'keluarga miskin'," ungkapnya.
Baca: Pemilu 2019 Bukan Terburuk Tapi Terberat Yang Penah Digelar Bangsa Ini
Di Desa Pamotan, misalnya, dari 363 Keluarga Penerima Manfaat ada 9 yang mengundurkan diri setelah wacana labelisasi disosialisasikan.
Eno mengatakan, KPM yang mengundurkan diri memang tergolong sudah mampu.
"Saat kami datang ke rumah, memang rumah mereka sudah layak. Aset ada, berkecukupan, dan 11 kriteria kemiskinan sudah tidak ada. Jadi kami nyatakan mampu menurut kami. Mereka juga mengiyakan," katanya.
Sebelum mengundurkan diri, meski telah mampu banyak yang tetap menerima bantuan PKH karena berpikir bahwa itu merupakan rezeki.
Apakah ada yang tidak mundur meski tidak memenuhi 11 kriteria kemiskinan?
Di luar 163 KPM yang mengundurkan diri, menurut Eno masih ada keluarga yang tergolong mampu tapi bersedia rumahnya dilabeli "Keluarga Miskin".
"Kadang ada komentar dari warga lain, 'Petugas PKH itu gimana sih? Sudah tahu mampu kok masih dilabeli.' Kalau ada komentar begini, kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab yang bersangkutan tidak mau mengundurkan diri. Kami memang tidak bisa mengeluarkan atau mencoret penerima manfaat secara sepihak," jelasnya.
Eno menjelaskan, jika ingin keluar dari program PKH, penerima manfaat harus mundur atas kemauan sendiri.
Bisa juga dikeluarkan dari daftar penerima melalui mekanisme Musyawarah Desa (Musydes).
"Kalau desa memberikan surat keterangan, kami siap mengajukan pengunduran dirinya," tandasnya.
Kriteria Penerima PKH adalah keluarga miskin yang memenuhi minimal salah satu syarat dari tiga komponen.
Kriteria komponen kesehatan meliputi ibu hamil/menyusui, ada anak berusia 0 sampai dengan 5 tahun 11 bulan.
Kemudian kriteria komponen pendidikan meliputi ada anak SD/MI atau sederajat, anak SMP/MTs atau sederajat, anak SMA/MA atau sederajat, dan anak usia 6-21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun.
Adapun kriteria komponen kesejahteraan sosial meliputi lanjut usia diutamakan mulai dari 70 tahun dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.
Kriteria KPM PKH di sejumlah daerah menjadi masalah karena banyak yang tidak memenuhi kriteria keluarga miskin tapi menerima bantuan sosial ini.
Inisiatif para pemangku kepentingan di Pamotan Rembang menjadi solusi cerdas bagi yang mempertanyakannya.
Pj Kepala Desa Pamotan Imron mengaku sangat menyetujui pelabelan di rumah penerima bantuan PKH.
Ia berharap, dengan cara demikian penerima manfaat yang sebetulnya ekonominya telah berkecukupan akan malu dan mengundurkan diri.
Tidak perlu diusulkan dikeluarkan dari program melalui Musyawarah Desa. (Mazka Hauzan Naufal)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Malu Rumahnya Dilabeli 'Keluarga Miskin', 163 Penerima PKH di Pamotan Rembang Mundur