TRIBUNNEWS.COM, PEKALONGAN - Pengalaman berjalan kaki dari Aceh ke Papua dialami oleh Sutiyo Suyatno (53) warga Boyoteluk Kecamatan Siwalan Kabupaten Pekalongan
Dilansir dari Tribun Jateng dalam artikel 'Berbekal Tas Ransel dan Matras, Warga Kabupaten
Pekalongan Ini Mengaku 19 Tahun Keliling Indonesia', warga Pekalongan itu mengaku menghabiskan waktu 19 tahun untuk berjalan dari Aceh ke Papua
Saat ditemui Tribunjateng.com di Kota Pekalongan, Sutiyo menceritakan pengalamannya selama 19 tahun bertualang dengan jalan kaki dari Aceh ke Papua.
“Yang terakhir saya menempuh perjalanan dari Jawa menuju Aceh untuk ke tugu 0 kilometer. Saya menghabiskan waktu 3 tahun 4 bulan 73 hari mengelilingi pulau Sumatera, dan 30 sandal jepit sudah habis saya pakai,” paparnya, Minggu (16/6/2019).
Baca: Bakar Lemak hingga Cegah Diabetes, Berikut Manfaat Jalan Kaki selama 30 Menit, Yuk Lakukan!
Menurutnya, daerah yang paling berkesan ada di Papua, di mana masyarakatnya menjunjung tinggi kekerabatan dan peduli antar sesama.
“Awalnya saya takut berkeliling ke Papua, ternyata warga di sana ramah. Hitam kulit mereka hanya luarnya saja, namun hati mereka sangat baik. Bahkan mereka selalu menyapa saya dan mengajak berkumpul,” katanya.
Sutiyo masih teringat kala bertualang di Papua terjadi peperangan adat, dan peperangan sempat dihentikan sejeknak karena ia melintas.
“Pastinya takut, namun mereka berhenti dan mengizinkan saya melintas. Merinding saya kalau mengingat hal tersebut,” jelasnya.
Dilanjutkannya, ia masih ingin berkeliling ke beberapa tempat yang belum ia datangi.
“Saya ingin mengabarkan ke orang lain kalau Indonesia ini indah, baik kondisi alam ataupun budaya masyarakat yang ada di pedalaman,” imbuhnya.
Sutiyo menuturkan kedatangannya ke kampung halaman untuk mengurus surat izin berkeliling ke Sulawesi.
“Karena izin terakhir dari pemerintah desa saya berkeliling ke Sumatera, dan saya ingin membuat izin baru berkeliling ke Sulawesi. Saya tidak asal melangkah harus ada izin legalnya dari desa tempat saya tinggal,” paparnya.
Ditambahkan Sutiyo, selama bertualang ia melihat perubahan kondisi alam di beberapa pulau di Indonesia.
“Prihatin saya kalau melihat perubahannya, hanya Papua yang menurut saya masih asri. Karena di beberapa daerah alam sudah dirusak dengan adanya proyek ataupun industri. Saya hanya berpesan jangan lagi rusak alam Indonesia, walaupun dengan dalih pemerataan pembangunan, kasihan anak cucu nanti kalau tidak bisa menikmati indahnya alam Indonesia,” tambahnya.
Jalan Kaki Sumatera-Banyuwangi
Cerita lain datang dari Amiruddin.
Sebelumnya, nama Amiruddin atau akrab disapa Amir jalan kaki dari Medan ke Banyuwangi mendadak viral beberapa waktu lalu.
Kisah Amir jalan kaki dari Medan ke Banyuwangi demi untuk bersujud di kaki sang ibu mendapat banyak perhatian dari masyarakat, terutama orang-orang yang wilayahnya dilalui oleh Amir.
Kabar mengenai Amiruddin sempat dibagikan oleh akun Mamas Jonny pada sebuah grup di Facebook, Rabu (23/1/2019).
Dalam unggahannya, Mamas Jonny tak hanya membagikan kondisi terkini Amiruddin, namun juga potret pria paruh baya yang masih melakukan perjalanan untuk dapat bertemu sang ibu.
Namun, tak lama kemudian Amiruddin terbukti telah berbohong.
Nyatanya, Amir tidak memiliki keluarga di Banyuwangi dan ibu kandungnya yang bernama Nurasiyah masih tinggal di Desa Mangga Dua, Kecamatan Tanjung Beringin, Sergai, Sumatera Utara.
Permintaan maaf tersebut disampaikan lelaki kelahiran Mandailing, 11 November 1975 di Balai Desa Ketapang, Sabtu malam (26/1/2019).
"Sebenarnya saya mohon maaf sebesar-besarnya. Saya merasa bersalah kepada relawan se-Indonesia. Sebenarnya tidak ada yang saya tuju di Banyuwangi. Saya hanya berjalan kaki dari Sumatera hingga ke Banyuwangi selama dua bulan lebih untuk nazar jika sembuh dari sakit," katanya.
Selain itu, dia juga menjelaskan, selama melakukan jalan kaki, ia mendapatkan bantuan sekitar Rp 25 juta dan Rp 49 juta yang dia simpan ke rekening pribadinya.
Rencananya, uang tersebut digunakan untuk usaha setelah pulang ke kampung halamannya.
Sesuai dengan KTP yang dipegang, Pak Amir tercatat tinggal di Dusun III KP Mandailing, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatra Utara, dengan pekerjaan wiraswasta dan status perkawinan belum kawin.
"Tapi selama jalan kaki saya tidak meminta bantuan, termasuk tidak meminta untuk dikawal oleh para relawan. Saya minta maaf kepada masyarakat Indonesia. Sekarang saya hanya ingin pulang ke kampung saya," jelasnya.
Amir mengaku niat awal jalan dari Sumatera hanya untuk menjalankan nazar selepas sakit, namun dia tidak menyangka banyak orang yang bersimpati kepadanya dengan memberikan bantuan.
Ia menyebutkan, Desa Ketapang, Kabupaten Banyuwangi, sebagai tujuan perjalanan karena dia pernah memiliki teman kerja yang berasal dari Banyuwangi.
Temannya itu tinggal di belakang masjid di dekat Pelabuhan Ketapang.
Tanggapan kepala desa Sementara itu, Kepala Desa Ketapang Slamet Kasihono saat dihubungi, Minggu (27/1/2019), menjelaskan Pak Amir sampai ke Banyuwangi dibawa oleh relawan yang mengikutinya mulai dari Madiun menggunakan mobil.
Pak Amir dijemput saat sampai di wilayah Besuki, Kabupaten Situbondo, dan langsung dibawa ke Balai Desa Ketapang, Banyuwangi.
"Saat tiba di Banyuwangi, saya bonceng Pak Amir ke rumah yang katanya rumah temannya. Kebetulan, rumah saya di pas di belakang masjid nomor 4. Katanya rumahnya di nomer 6, tapi tidak ada alamat yang dimaksud oleh dia," tuturnya.
Slamet kemudian berinisiatif untuk mengajak Pak Amir untuk datang ke pertemuan relawan yang digelar di Balai Desa Ketapang, Sabtu malam (26/1/2019).
Pertemuan itu rencananya membicarakan penyambutan Pak Amir yang dijadwalkan tiba pada awal pekan depan.
"Saya sengaja tidak bilang ke para relawan jika Pak Amir sudah di Banyuwangi. Jadi tadi malam Pak Amir langsung konfirmasi bagaimana cerita yang sebenarnya karena berita tentang Pak Amir ini sudah viral ke mana-mana," ujar Slamet.
Walapun Pak Amir melakukan kebohongan dengan menyebutkan ibunya tinggal di Desa Ketapang Banyuwangi, Slamet mengaku tidak mempermasalahkannya.
Bahkan pihak desa selama ini telah memfasilitasi para relawan yang akan menyambut Pak Amir jika tiba di Banyuwangi.
Selain itu, selama pemberitaan Pak Amir yang jalan kaki ke Banyuwangi dari Sumatra Utara untuk menemui ibu kandungnya viral di media sosial, perangkat desa berusaha mencari keberadaan ibu Pak Amir jika benar tinggal di Ketapang.
Akhirnya pemerintah desa mendapatkan informasi melalui media sosial tentang keberadaan ibu kandung Pak Amir di Sumatera Utara pada Jumat, 25 Januari 2019.
Slamet mencari data tersebut ke Dinas Kependudukan.
"Sekarang semuanya saya serahkan ke pihak yang berwajib. Dan, saya meminta agar semua relawan legowo dengan kebenaran ini. Bahkan ada yang sudah jauh-jauh datang dari luar kota Banyuwangi untuk datang ke Ketapang. Semoga terus terjalin silaturahmi," katanya.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Pengalaman Warga Pekalongan Jalan Kaki Aceh Sampai Papua Selama 19 Tahun, ini Daerah Paling Berkesan
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta