News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Pelecehan Seksual di Pesantren Berbuntut Panjang, Wali Santri Minta Uang Muka Dikembalikan

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemerintah Kota Lhokseumawe akhirnya membekukan salah satu pesantren di wilayahnya, menyusul laporan dugaan kasus pelecehan santri.

Ia mengatakan, jika di tempat-tempat pendidikan seperti itu bisa terjadi hal-hal yang memalukan seperti ini, apalagi di tempat-tempat yang memang memberi ruang bagi orang untuk melakukan maksiat.

Politisi PPP ini meminta agar oknum pelaku tindakan cabul tersebut dihukum seberat-beratnya.

"Tak boleh ada perlakuan istimewa. Harusnya malah lebih berat. Ini juga menyangkut korbannya anak-anak didik kita yang pastinya mengalami trauma panjang dan membekas hingga mereka dewasa nanti," pungkas Musannif.

Desakan serupa disampaikan Sekjen Sentral Aktivis Dayah untuk Rakyat (SADaR), Tgk Miswar Ibrahim Njong.

Menurutnya, kejadian asusila tersebut telah mencoreng wajah dunia pendidikan dayah, bahkan secara umum ikut merusak nama Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam.

Miswar mendorong agar pihak kepolisian melakukan pengembangan kasus ini.

Apakah perbuatan pelaku baru terjadi pada September 2018 atau malah sudah berlangsung lama.
Kemudian, apakah pelakunya cuma dua orang atau ada pelaku-pelaku lainnya di pesantren tersebut.

"Yang perlu dicatat, pelaku harus dihukum seberat-beratnya dan seadil-adilnya. Hukuman yang berat itu penting, sebab pelaku selama ini telah secara sengaja memanfaatkan simbol keagamaan untuk menutupi perilaku kejinya," tegas Tgk Miswar.

Di samping itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul MH mengapresiasi kerja aparat kepolisian Polres Lhokseumawe yang telah cepat dan sigap bertindak atas laporan orang tua korban untuk menangkap dan menahan kedua yang diduga pelaku.

Dia mendorong aparat kepolisian agar pelaku kasus ini tidak dibidik dengan Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, melainkan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sebab, kejahatan terhadap anak termasuk kejahatan extraordinary.

Dia menambahkan, jika kasus ini ditangani dengan UU Perlindungan Anak, maka hukuman yang akan diterima pelaku bisa lebih berat, sampai dengan 15 tahun penjara dan dendanya juga lebih besar.

"Tapi jika kemudian terhadap kasus ini benar-benar dikenakan Qanun Jinayah maka kita duga ada mispemahaman aparat penegak hukum terhadap aturan yang berlaku," kata Syahrul.

Pemerintah Kota Lhokseumawe akhirnya membekukan salah satu pesantren di wilayahnya, menyusul laporan dugaan kasus pelecehan santri. (Serambi Indonesia)

Menurut Syahrul, jika kasus ini hanya dikenakan Pasal 47 Qanun Jinayah, pihaknya khawatir banyak hak anak yang menjadi korban sebagaimana yang telah diatur dalam UU Perlindungan Anak akan hilang, seperti hak untuk pemulihan, hak untuk mendapatkan restitusi (ganti kerugian sebagai korban tindak pidana), dan hak-hak lain yang diatur dalam UU Perlindungan Anak.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini