TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Korban fintech atau pinjaman berbasis online terus bertambah seiring dibuka pos pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Soloraya di Surakarta, Jawa Tengah.
Dari laporan masuk, ada tujuh korban pinjaman online yang telah ditangani oleh LBH Soloraya.
Diduga kuat perusahaan fintech yang memberikan pinjaman kepada korban adalah ilegal.
Hal itu dikarenakan bunga yang diberikan para peminjam cukup besar.
Bahkan, ada korban yang ditangani LBH Soloraya yang menunggak membayar hingga dua bulan dan dendanya mencapai puluhan juta Rupiah.
Hal tersebut disampaikan perwakilan LBH Soloraya Made Ridha saat dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon di Surakarta, Jawa Tengah, Senin (29/7/2019).
Menurut Made, korban pinjaman online yang menunggak membayar hingga dua bulan tersebut adalah SM, warga Surakarta, Jawa Tengah.
Korban SM meminjam uang melalui berbagai aplikasi online sebesar Rp 5 juta untuk keperluan modal usaha.
Karena tidak memiliki pekerjaan tetap, akhirnya SM menunggak membayar pinjaman hingga dua bulan.
"Korban (SM) ini pinjam Rp 5 juta dalam dua bulan karena kondisinya memang benar-benar tidak ada kerjaan. Dia pinjam uang sebenarnya ingin buat modal usaha."
"Karena polosnya itu dari Rp 5 juta yang dipinjam dari sekian aplikasi dalam kurun waktu dua bulan jadi Rp 75 juta. Dari mulai denda, biaya perpanjangan tenor, dan bunga," kata Made.
Made menambahkan, korban pinjaman online yang ditangani mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengan korban SM.
Mereka mendapatkan teror dari oknun bisnis pinjaman online karena telat membayar pinjaman tersebut.
"Dari tujuh korban yang kami tangani ada tiga yang benar-benar kooperatif melanjutkan kasus yang dialaminya, YI, SM, sama AZ," ujar dia.