Berikut kabar terkini OTT KPK Bupati Lampung Utara: pernah diduga korupsi Rp 600 M hingga reaksi gubernur dan cara warga berpesta.
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, sebagai tersangka suap.
Agung diduga menerima suap terkait proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR Lampung Utara.
Dilansir Kompas.com, sebelumnya, Agung pernah dilaporkan ke KPK pada Januari 2018.
Pelaporan itu dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Awalindo cabang Lampung Utara.
Baca: Bupati Lampung Utara Kena OTT KPK, Warga Lega Syukuran Potong Kambing: Tak Ada Lagi Pemimpin Zalim
Baca: Bupati Lampung Utara Terjaring OTT KPK, Dikenal Royal hingga Total Harta Kekayaannya
Dalam laporan itu, Agung diduga telah mengkorupsi sejumlah proyek di kabupaten tersebut.
Direktur LBH Awalindo cabang Lampung Utara, Samsi Eka Putra, merinci laporan yang diserahkan ke KPK itu.
Rincian tersebut yakni proyek PUPR tahun 2016-2017 yang pembayarannya mangkrak, anggaran BPJS Kesehatan yang disunat, anggaran sertifikasi guru, dan honor pegawai.
Ada pula anggaran dana desa tahun 2016-2017, hingga pengadaan kendaraan dinas.
“Jika diakumulasikan bisa mencapai Rp 600 miliar jumlahnya,” kata Samsi saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).
Samsi menambahkan, sejumlah dokumen juga disertakan dalam laporan tersebut, seperti kontrak perencanaan hingga dokumen anggaran BPJS.
“Kami kemas dalam bundel, bahkan pakai troli,” katanya.
Untuk itu, dengan terungkapnya kasus korupsi dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Minggu (6/10/2019) bisa menjadi titik mula terkuaknya praktek korupsi di Lampung Utara.
“Meski OTT kemarin di bawah Rp 1 miliar, ini sudah bagus sebagai titik mula. Kami juga siap jika diminta bantuan, berkas kami sudah lengkap semua,” kata Samsi.
Diketahui, Agung ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan di rumah dinas Bupati Lampung Utara, Minggu (6/10/2019) malam.
KPK mengamankan total Rp 728 juga dari enam tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) dugaan terkait proyek pemerintah kabupaten Lampung Utara.
Keenam tersangka tersebut adalah Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, orang kepercayaan Agung, Raden Syahril, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbuddin dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Wan Hendri.
Kemudian, Chandra Safari dan Hendra Wijaya Saleh, keduanya dari pihak swasta.
"Total uang yang diamankan tim adalah Rp 728 juta terkait proyek di dinas perdagangan dan proyek dinas PUPR," kata Wakil Ketua KPK Basarian Panjatian dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (7/10/2019)
Tanggapan Gubernur Lampung
Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, mewanti-wanti para kepala daerah di kabupaten untuk tidak korupsi.
Pernyataan tersebut dilontarkan gubernur setelah ditangkapnya Agung.
“Jika sudah berhadapan dengan aparat hukum, itu memalukan diri sendiri, keluarga, dan anak. Prestasi-prestasi yang sudah dicapai pun menjadi tidak berarti,” kata Arinal, saat diwawancarai usai menghadiri Dies Natalis Institut Teknik Sumatra (Itera), Senin (7/10/2019), dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Setelah kejadian tersebut, Arinal pun mewanti-wanti seluruh jajaran pejabat baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten untuk tidak terjerat kasus yang sama.
“Yang seperti itu hukumnya dosa. Kalau memang paham dengan ilmu agama, jauhilah dosa, jauhilah yang seperti itu (korupsi),” kata dia.
Warga Gelar Syukuran
Sebagian warga di Lampung Utara menyambut gembira penangkapan Agung.
Mereka bahkan rela memotong seekor kambing sebagai ujub syukur atas pemberantasan korupsi di Lampung Utara.
Dilansir Kompas.com, sebelumnya, mereka juga mengarak kambing tersebut sebagai bentuk aksi dukungan terhadap KPK.
Tak tanggung-tanggung, mereka memotong kambing tersebut di halaman kantor Pemerintah Daerah (Pemda) Lampung Utara pada hari Senin (7/10/2019).
“Kemarin kita mendengar Bupati ditangkap KPK, tapi itu bukan kabar sedih. Kabar itu membuat hati kami lega, karena tidak ada lagi pemimpin yang zalim,” kata Sandi saat dihubungi, Senin (7/10/2019).
Bagi Sandi, OTT KPK terhadap Bupati Lampung Utara dan tujuh orang lainnya merupakan kabar gembira yang melegakan hati.
“Atas nama masyarakat Lampung Utara, kami berharap KPK mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya,” kata Sandi.
Sementara itu, di mata warga di sekitar kediaman Bupati Lampung Utara, di Jalan Sultan Haji, Kelurahan Kota Sepang, Labuhan Ratu, Agung merupakan sosok yang dermawan.
“Kami tetanggaan sejak tahun 2008. Dulu sering (shalat) Jumat bareng. Orangnya baik, sering kasih sumbangan," ujar Rizki, tetangga Agung.
"Tapi sejak jadi Bupati memang jarang pulang, paling ada orang yang bersih-bersih di rumahnya,” lanjut Rizki.
Modus Korupsi
Dilansir Kompas.com, Basaria menuturkan, total uang suap yang diterima Agung berasal dari proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR.
"Untuk dinas perdagangan diduga penyerahan uang kepada AIM (Agung), dilakukan oleh HWS (Hendra Wijaya Saleh) kepada WHN (Wan Hendri), melalui RSY (Raden Syahril)," ujar Basaria.
Hendra, lanjutnya, menyerahkan uang Rp 300 juta kepada Wan Hendri yang kemudian menyerahkan uang Rp 240 juta kepada Raden.
"Sejumlah Rp 60 juta masih berada di WHN," tutur Basaria.
Dalam OTT ini, KPK menemukan barang bukti uang Rp 200 juta sudah diserahkan ke Agung dan kemudian diamankan dari kamar Bupati.
Uang ini diduga terkait dengan tiga proyek di Dinas Perdagangan, yaitu, pembangunan pasar tradisional desa comook sinar jaya kecamatan muara sungkai senilai Rp 1,073 miliar, pembangunan pasar tradisional desa karangsari kecamatan muara sungkai senilai Rp1,3 miliar, dan konstruksi fisik pembangunan pasar rakyat tata karya (DAK) senilai Rp3,6 miliar.
Sedangkan terkait proyek di Dinas PUPR, KPK juga menemukan uang di mobil dan rumah Raden sejumlah total Rp 440 juta.
"Sebelumnya, sejak tahun 2014, sebelum SYH (Syahbuddin) menjadi Kepala Dinasi PUPR Lampung Utara, AIM (Agung) yang baru menjabat memberi syarat jika Syahbuddin ingin menjadi Kadis PUPR maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR," jelas Basaria.
Sedangkan pihak rekanan dalam perkara ini, lanjutnya, yaitu Chandra Safari, sejak 2017 sampai dengan 2019, telah mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara.
Sebagai imbalan atau fee, Chandra diwajibkan menyetor uang pada Agung melalui Syahbuddin dan Raden.
Agung diduga menerima uang beberapa kali terkait proyek di Dinas PUPR.
Sekitar Juli 2019, Agung diduga menerima Rp 600 juta.
Lalu sekitar akhir September, Agung menerima Rp 50 juta dan pada 6 Oktober, diduga menerima Rp 350 juta.
"Diduga uang yang diterima pada September dan Oktober 2019 itulah yang ditemukan di rumah RSY (Raden).
Uang tersebut direncanakan digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan AIM (Agung)," pungkas Basaria.
Dalam kasus ini, Agung, Raden, Syahbuddin, dan Wan Hendri diduga sebagai penerima.
Sedangkan Chandra dan Hendra sebagai pemberi.
Ancaman Hukuman
Akibat perbuatannya, Agung dan Raden dijerat dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian, Syahbuddin dan Wan Hendri disangkakan melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, diduga sebagai pemberi Chandra dan Hendra diduga melanggar pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun enam tersangka yang terjaring OTT KPK ini pun kini ditahan selama 20 hari.
"Para tersangka ditahan 20 hari pertama," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Febri merincikan, Agung ditahan di rumah tahanan (rutan) Pomdam Jaya Guntu dan Raden di rutan Kepolisian Metro Jakarta Pusat.
"Kemudian Chandra dan Hendra ditahan di rutan kepolisian daerah Metro Jaya serta Syahbuddin dan Wan Hendri di Kepolisian Metro Jakarta Timur," papar Febri.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia, Kompas.com/Tri Purna Jaya/Christoforus Ristianto)