Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Labuan Bajo yang menjadi pintu masuk utama menuju Taman Nasional Komodo kini tengah naik daun.
Pesona gugusan pulau kecil di tengah hamparan samudera, air laut kebiruan tanpa derai ombak dan Komodo menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong.
Baca: Pagelaran Musik Amal, Ucapan Terima Kasih untuk Penggalangan Dana RS Santo Yoseph Labuan Bajo
Namun siapa yang mengira, di kawasan Labuan Bajo yang juga ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, tersisip kisah sedih.
Di sana, berdiri bangunan RS Santo Yoseph yang sudah enam tahun proyek pembangunannya mangkrak karena kekurangan dana.
Hingga kini, belum ada rumah sakit yang dikelola para suster biarawati di Labuan Bajo.
Yang ada baru RS milik swasta dan RSUD Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.
Uskup Emeritus Keuskupan Bogor Mgr Cosmas Michael Angkur OFM menjelaskan hadirnya RS yang dikelola para suster sangat diperlukan, khususnya di Labuan Bajo.
"Model pelayanan dan perawatan dengan sentuhan kasih. Ini sudah menjadi ciri khas pelayanan setiap RS katolik yang dikelola oleh ppara suster biarawati," ungkap Mgr Cosmas Michael Angkur.
"Masyarakat Labuan Bajo merindukan model pelayanan dan proses perawatan yang begitu khas dari sebuah RS yang dikelola oleh para suster biarawati," tegas Mgr Cosmas Michael Angkur yang kini tinggal di Labuan Bajo usai resmi pensiun sebagai Uskup Keuskupan Bogor.
Lebih lanjut Pimpinan Kongregasi Dina Santo Yoseph Suster Christina Tandayu menuturkan pembangunan RS Santo Yoseph Labuan Bajo punya kisah panjang.
"Pembangunan RS Santo Yoseph Labuan Bajo sebelumnya berjalan tapi karena regulasi selama pembangunan, akhirnya kami alami hambatan sampai pembangunan benar-benar berhenti," ungkapnya.
"Kami junjung tinggi regulasi pemerintah untuk tingkatkan mutu pelayanan kesehatan. Kini dengan kebaikan kasih Allah, walau pembangunan kami terhenti. Tuhan mengutus orang-orang yang peduli jadi motor penggerak membantu kami menyelesaikan pembangunan," tambahnya.