Rumah atau istana itu kosong karena para anggota atau yang disebut punggawa kerajaan berasal dari luar dan mereka bekerja masing-masing.
Warga sekitar jarang melihat secara langsung karena memang setelah datangnya batu besar ada sedikit ketakutan.
"Mengganggu sih sebenarnya, tetapi selama tidak mengganggu masyarakat tidak masalah, karena mereka itu kejawen," paparnya.
Yang menjadi permasalahan bagi warga adalah kegiatan atau kumpul malam-malam mereka yang terlihat mencurigakan dan terkesan mistis.
"Pokoknya sebulan itu dua atau tiga kali pertemuan dan sebetulnya kumpul-kumpul seperti itu sudah lama, cuma menang ramai itu setelah datangnya batu besar itu," pungkasnya.
Proses Pembangunan Keraton Agung Sejagat sampai saat ini masih terus dikerjakan.
Terlihat ada sebuah bangunan kerangka mirip saka atau tiang-tiang dari kayu berdiri kokoh seperti akan menjadi sebuah pendopo.
Di sisi yang lain yang kurang lebih 20 meter dari bangunan pendopo,
Terdapat sebuah kolam atau sendang yang memiliki sumber air tapi tidak terlalu jernih.
Sementara di sudut lain juga ada sebuah batu besar di gubug kecil agar tidak terhindar dari hujan atau panas secara langsung.
Seperti yang diinfokan sebelumnya bahwa, rumah dan lahan yang saat ini ditempati menjadi Keraton Agung Sejagat adalah milik dari Cikmawan (53) warga asli RT 3 RW 1 Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan.
Diketahui ternyata Cikmawan adalah Adipati Djajadiningrat adalah bagian dari punggawa keraton atau sebagai koordinator ndalem Keraton Agung Sejagat.
"Sinuhun itu adalah kaisar, setelah nantinya diangkat menjadi kaisar nantinya dia akan pindah di situ," kata Djajadiningrat kepada Tribunjateng.com.
Sumarni (56) yang merupakan tetangga perisis keraton mengatakan jika para pengikutnya berpandangan aneh dan diluar kebiasaan.